Selasa, 10 Juli 2012

A Story from Village - Day 2



Kicauan burung, cahaya mentari yang samar-samar menembus gorden rumah kami, serta sejuknya udara pagi membuat kami terbangun dari tidur nyenyak. Satu persatu dari kami bangun, membereskan selimut serta jaket yang jadi kawan tidur tadi malam. Pintu rumah pun dibuka dan langsung saja, angin pegunungan mengenai wajah dan tubuh kami. Membuat kami kembali merapatkan jaket sambil sesekali meniup kedua telapak tangan untuk mengurangi rasa dingin yang kami rasakan.

Kami awali pagi dengan mencuci muka, sikat gigi, dan tak lama berselang kami pun dihampiri anak-anak yang tadi malam bermain dengan kami. Mereka menyapa kami dengan senyum dan canda tawa, membuat kami lebih bersemangat. Ajakan mereka untuk bermain bersama pun kami ikuti di pagi hari itu.


Kami saling bercanda-ria, mengobrol, memberi makan ikan, dan bermain taplak meja. Meskipun kami agak sebal dengan mereka yang tertawa karena melihat kami kedinginan di pagi hari ; menggunakan jaket, celana panjang, kaos kaki, bahkan sesekali kami meniup lalu menggosokkan kedua telapak tangan kami agar lebih hangat. Sedangkan, anak-anak ini, meskipun fisiknya lebih kecil daripada kami, tapi mereka tidak merasa kedinginan sama sekali. Bahkan, seorang diantara mereka menantangku "ayo atuh kakak berani engga mandi jam 5? hahaha"

Wah.. jujur saja kalau harus mandi jam 5 pagi dengan air dingin, aku sangat tidak sanggup! Itu sama artinya dengan berendam di air es.

Aktivitas kami lanjutkan dengan sarapan bersama. Lauk sederhana namun rasanya sungguh nikmat di lidah kami. Kebersamaan semakin terasa karena kami sarapan bersama anak-anak ini. Kami lahap sekali menghabiskan makanan yang disediakan Pak Anton.

Selesai makan, kami lanjutkan aktivitas kami dengan berkunjung ke rumah warga. Kalau kemarin kami ke aktivis desa, RT, dan RW, kali ini kami sengaja berkunjung ke warga desa yang rumahnya masih terbuat dari bilik bambu dan berbentuk panggung. Kami melewati sawah dan jalanan berbaju yang sangat jauh berbeda dengan kondisi di Jakarta.

Inilah kami bersama seluruh anak-anak desa yang ikut berkunjung ke rumah warga

Kami pun hanyut dalam kegembiraan bersama anak-anak ini untuk mengunjungi warga dari satu rumah ke rumah lain. Kelelahan yang kami rasakan hilang karena sukacita yang ada. Suasana desa yang hangat, udara yang sejuk, dan air yang dingin membuat kami rasanya ingin tinggal 1 malam lagi disini. Namun, apa daya? Kami harus kembali ke Jakarta. Berkutat dengan semua tugas dan kewajiban kami. Berjibaku dengan kemacetan, polusi udara, dan panasnya cuaca ibukota yang sudah menjadi bumbu harian kami menjalani aktivitas.

Akhirnya waktu juga yang memisahkan Aku, Amink, Vindy, Anne, dan Nesha dengan desa ini. Desa dengan sejuta cerita yang mau menerima kami selama 2 hari 1 malam. Desa yang membuat kami sejenak bisa menyegarkan pikiran dan tubuh kami dengan sejuknya udara di pagi, siang, sore, dan malam hari. Kami pun meninggalkan desa ini dengan sedih, namun juga ada rasa gembira. Sedih karena kami harus berpisah dengan mereka ; Pak Anton, anak-anak desa, dan suasana di desa Kaca-Kaca Dua. Namun, kami juga gembira karena kami akan kembali ke Jakarta, ke rumah kami masing-masing.

Kami dihantar Pak Anton yang juga kebetulan akan kembali ke Bandung. Namun, kami masih mendapatkan kejutan lagi dari Pak Anton. Kami dibawa ke Gunung Puntang untuk melihat keindahan alam disana. Dan.. ternyata, Gunung Puntang adalah tempat yang biasa digunakan mahasiswa/i Fakultas Teknik Unika Atma Jaya untuk berkemah.
Pesan dari FT-UAJ
Para mahasiswa/i FT-UAJ pun ternyata memberikan sebuah "hadiah" yang isinya berupa pesan mengenai hutan. Maklum saja, hutan di negara kita ini makin lama eksistensi nya semakin terancam. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan kita putra dan putri bangsa yang menjaga kelestarian hutan di Indonesia ini? Toh semuanya demi masa depan anak cucu kita bukan?
" Hutam Sumber Kehidupan.. Jaga dan Lestarikanlah Hutan Kita"

Kami pun berjalan menyusuri jalan setapak Gunung Puntang menuju sebuah sungai. Kanan kiri kami hanyalah kumpulan semak-semak dan rumput liar yang sengaja dibiarkan bertumbuh sampai lebat agar suasana asri tetap terjaga. Hampur 10 menit berjalan dan akhirnya......... sebuah sungai! Kami melihat dari kejauhan, kira-kira 3 meter. Namun, meskipun terpisah jarak 3 meter, segarnya air terasa di dalam tubuh kami. And, this is another great view that totally different with Jakarta, right? 

Tak tahan jika hanya memandangi dari kejauhan, kami pun segera menuju ke pinggir sungai tersebut. Kami lepas alas kaki dan menggulung celana. Kami jeburkan kami ke air. Brrrrrr! Dingin sekali. Itulah hal pertama yang kami ungkap dan rasakan saat kaki kami menyentuh air sungai ini.

Bukan "kami" namanya kalau tidak mengabadikan setiap momen dengan foto. Awalnya kami sempat tidak enak untuk meminta Pak Anton menjadi fotografer sementara untuk berfoto di sungai ini. Tapi, entah kenapa, Pak Anton bisa menangkap sinyal-sinyal "minta tolong" kami. Hahahaha. Pak Anton pun akhirnya menawarkan diri untuk menjadi fotografer sementara bagi kami di tempat ini.

inilah kami :)

inilah kami part II

inilah kami part III

Dan.. ya.. di sungai inilah kami mengakhiri liburan singkat kami. Setelah cukup puas memanjakan mata dengan pemandangan yang sangat indah, kami pun kembali ke Jakarta. Tapi.. tak lengkap rasanya jika tidak membawa oleh-oleh khas Jawa Barat untuk keluarga di rumah. Akhirnya, kami memutuskan untuk mampir sejenak di Bandung. Membeli beberapa oleh-oleh untuk dibawa ke Jakarta.

Kami senang. Kami gembira. Dan, kami tak sabar menanti jadwal kami untuk berkunjung ke desa ini yang kedua kalinya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar