Minggu, 26 Agustus 2012

[Refleksi Diri] Mampukah Saya?

Menjalani tugas dan tanggung jawab menjadi seorang pemimpin bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak "perlengkapan" yang harus disiapkan di dalam diri seseorang yang dipercaya untuk menjadi seorang pemimpin. "Perlengkapan" yang saya maksud adalah kesiapan secara mental dan fisik dari orang tersebut. Ia harus bisa mengayomi, bersikap netral atau adil, bijak dalam pengambilan keputusan, dan menjadi orang yang objektif.

Berdasarkan pemikiran pribadi, saya merasa bahwa di dunia ini ada cukup banyak orang yang memang terlahir dengan jiwa kepemimpinan yang tinggi. Buat saya, itu merupakan sebuah nilai plus dan anugerah terbesar yang Tuhan berikan. Namun, tidak sedikit juga orang-orang yang tidak terlalu menonjol dalam segi kepemimpinan. Sehingga, ia perlu seseorang yang bisa membimbing dan memimpinnya untuk menjalani suatu tugas.

Saya coba refleksikan pemikiran tersebut kedalam kehidupan pribadi saya. Saat ini, saya dipercaya menjalani suatu tugas pelayanan sebagai seorang koordinator. Ya, memang namanya "koordinator", tapi makna nya tetap sama dengan pemimpin. Disini, saya menduduki posisi "Koordinator Umum". Saya tergabung dalam sebuah tim pelayanan Pemuda dan Remaja di Gereja. Saya bertanggung jawab atas mereka yang berada di tim pemerhati, koordinator pemuda, dan koordinator remaja.

Namun, belum sampai 3 bulan saya menjalani tugas pelayanan ini, saya merasa ada cukup banyak beban dalam menjalaninya. Sistem yang baru memang dibuat di kepengurusan ini dan saya masih meraba yang baru ini dengan terus merefleksikan dan mengoreksi diri saya. Tetapi, lagi-lagi saya merasa terbeban.

Terbeban untuk bisa menjadi pengayom yang benar-benar mengayomi. Merasa tidak memiliki kapabilitas untuk menjadi seseorang yang objektif. Berfikir bahwa saya tidak mampu menjadi seorang koordinator yang bijak dan adil dalam mengkoordinir kepengurusan ini untuk masa 2 tahun. Lalu, muncul tanda tanya besar di pikiran saya, "apakah benar tanggung jawab ini diberikan pada saya".

Saat menggodok kepengurusan yang baru, 3 orang kakak rohani yang dalam hal ini saya sebut sebagai formatur kepengurusan, mengatakan bahwa mereka mempercayai saya dan merasa bahwa Sarah Rezivvon Tinayo (nama lengkap saya) mampu untuk menjalaninya. Saya merasa kaget saat itu dan memang saya mengatakan bahwa "ya saya bersedia" ketika ditanya apakah saya mau menjadi koordinator umum.

Kemudian, apa yang membuat saya merasa terbeban? Apakah hanya karena saya merasa "tidak mampu", "tidak sanggup", dan "tidak memiliki kapabilitas"?

Jawabannya : BUKAN!

Ya, bukan cuma itu alasannya. Semua alasan tersebut muncul karena memiliki akar. Akar tersebut adalah mengenai idealisme yang saya miliki. Saya ingin ini-itu dalam program kerja nanti. Belajar dari kesalahan ketika menjadi Ketua Remaja 3 tahun lalu, kali ini, saya coba untuk menyerahkan dan mempercayai seluruhnya pada tim. Tetapi, (entah hanya perasaan saya saja atau bukan) saya merasa ekspektasi saya terlalu tinggi. Saya berharap penuh pada mereka, namun saya merasa agak kecewa.

Beban saya semakin bertambah ketika kami dalam tim sedang mempersiapkan suatu acara di Gereja dan ditanya oleh ketiga formatur ini tentang visi dan misi. Rasanya saya seperti dihantam batu di kepala. Jujur saja, visi dan misi sama sekali tidak terlintas dalam pikiran saya. Lalu, akhirnya, dibuatlah suatu term yang lebih sederhana, yaitu tujuan. Lagi-lagi, saya merasa "salah".

Merasa salah atau mungkin lebih tepatnya menyalahkan diri sendiri karena saya-sebagai koordinator umum- tidak memikirkan hal yang terlihat kecil namun kompleks tersebut, visi dan misi. Menyalahkan diri sendiri karena ingin membuat perubahan dalam kepengurusan ini, namun semuanya hanya sesuai keinginan saaya saja. Menyalahkan diri sendiri karena saya merasa bahwa yang saya lakukan bukanlah suatu pelayanan.

Itulah yang menjadi beban pikiran saya saat ini. Saya pun terus menerus bertanya pada diri saya, "Mampukah Saya"??? 
Entah kapan pertanyaan tersebut akan terjawab. Harapan yang saat ini ada dalam diri saya adalah, saya mampu menjalani kepengurusan ini dengan baik.


Rabu, 08 Agustus 2012

#randomandom ala jondeyuhu

Pagi-pagi gue buka account twitter.. maksud hati pengen nge-tweet soal suatu kegiatan Gereja.. eh, malahan tergoda untuk membaca tweet dari salah seorang teman. Berbagai tweet dengan judul #randomandom .

Awalnya, gue bingung. Ini orang kurang kerjaan atau emang sengaja nge-tweet berbagai hal yang ternyata emang random banget (kali ini bukan pake "aja" tapi udah pake "banget" lol) dan gue dari awalnya senyum-senyum sendiri, eh jadi ketawa ngakak.

Daripada nyerocos terus, nih tweets yang dikasih judul #randomandom

Mari ramaikan TL pagimu dengan secangkir kopi hangat, jangan dengan segelas sirup marjan.  
Kekenyangan adalah dimana jarak tempuh ruang tamu ke kamar terasa seperti perjalanan Jakarta-Depok via Auckland sambil kayang.
Aus adalah disaat kamu berada dilapangan, dan untuk ke rumah serasa menempuh perjalanan Jakarta - Auckland. 
Dan waktupun semakin menghimpit. Ketika semua orang ingin berlari, aku justru hanya ingin menari. Sekalipun di eskalator.
Miskin ilmu, padahal kaya waktu. Ya kaya saya ini. 
Kaya teori, miskin praktiknya. Ya kaya saya ini. 
Sarapan pagi aja susah, kok masi dibilang negara kaya?
Yang nyolong banyak, kenapa dibilang negara kaya? 
Make seat belt aja susah, kok udah ngakungaku negara kaya? 
Ibukota kumuh, kok masi dibilang negara kaya?  
Yang miskin banyak, kok masi dibilang negara kaya?  
Yang nonton Justin Bieber banyak, kok masi dibilang negara miskin? 
Yang nonton Justin Bieber banyak, kok masi dibilang negara miskin? 
Yang marah-marah banyak, kok masi dibilang negara miskin? 
Yang punya mobil banyak, kok masi dibilang negara miskin? 
Yang kaya banyak, kok masi dibilang negara miskin?  
Perut penuh, tapi hati dan otak gapernah penuh.  
'Bingung' sebenarnya adalah alasan yang melemahkan.

Nah.. bagaimana? totally random, right?

Tapi.. sebenarnya kalo menurut gue secara pribadi nih.. pikiran random itu engga salah lho. Terus, gue juga melihat, tweets dari salah seorang sahabat gue ini cukup beragam. Terutama yang soal "negara miskin" dan "negara kaya". Dua hal yang bertolak belakang, tapi memang itulah kenyataan yang ada di Indonesia.

Gak usah ngomongin soal ilmiah, data pendukung, dan lain-lain. Soal mobil banyak, ya memang itulah kenyataan di negara kita ini. Di Jakarta aja, coba berapa individu yang punya mobil lebih dari 1? Nah, nonton konser musik? Wah, itu sih udah jadi salah satu lifestyle nya masyarakat Indonesia, terutama Ibukota.

Coba sekarang telaah ke soal negara kaya..
Paling menggugah buat gue adalah soal "nyolong". Hemmm.. di berita yang ada di koran, televisi, atau internet, bukan hal mustahil bin mustahal kalo kita nemuin berita soal tindakan kriminal, kan? Mencuri misalnya, ya bahasa kerennya nyolong. Nah, kalo masih banyak pelaku kriminal seperti itu, apakah negara ini bisa disebut kaya? Wah, silahkan Anda jawab sendiri yaaa :)

Well..
Apapun yang jadi buah pemikiran kita, entah itu random atau bukan, menurut gue sah-sah aja. Tweets tentang #randomandom ini misalnya. So, bagaimana dengan Anda??

Minggu, 05 Agustus 2012

Karena Tuhan yang Ijinkan Semua Terjadi

Manusia itu tidak akan pernah terlepas dari suatu hal yang disebut sebagai "masalah".

Ada masalah yang cukup sampai sangat pelik, yang membuat hidup rasanya sudah tidak berguna lagi. Lalu, setiap orang pun punya cara yang berbeda untuk menghadapi masalahnya. Ada yang berusaha sekeras mungkin sampai titik darah penghabisan, ada yang diam dan hanya berusaha merenungkan serta memikirkan berbagai alternatif penyelesaian, ada juga yang cuma bisa menangis untuk meratapi masalah yang muncul silih berganti.

Ya, masalah itu pasti muncul dalam kehidupan seorang manusia. Termasuk Anda dan juga saya. Kali ini, saya ingin sedikit berbagi tentang masalah yang sedang terjadi dalam hidup saya. Sebuah masalah yang saya pikir hampir dialami setiap manusia di dunia ini. Keuangan.

Tidak perlu saya jabarkan secara detil masalah keuangan yang sedang mendera saya dan keluarga. Hemmm.. lebih tepatnya keuangan keluarga. Tentu saja itu juga menjadi masalah bagi saya secara pribadi. Saya anggap masalah ini seperti bom waktu. Pada akhirnya nanti akan "meledak". Namun, Bapak sebagai kepala keluarga berjanji bahwa bom waktu ini akan berhenti berdetak sebelum waktunya meledak. Hanya satu syarat yang beliau ajukan, yaitu kita sebagai keluarga harus bekerja sama. Apa artinya? Sederhana saja. Bapak dan tentu saja kami akan sama-sama menghadapi bom waktu ini dengan berusaha sekeras mungkin membuat bom waktu menjadi jinak dan tidak akan membunuh kami sekeluarga.

*** 

Secara pribadi, saya tidak bisa begitu saja menyembunyikan masalah yang sedang saya hadapi. Ada beberapa orang yang bisa saya percaya untuk menjamin rahasia dari permasalahan saya. Salah satunya adalah kakak rohani saya di persekutuan Gereja.Ya, seorang kakak yang saya biasa panggil "mbak" dan menganggap saya bukan hanya sebagai adik rohani atau teman sepelayanan, namun lebih dari itu, kami seperti adik-kakak sesungguhnya.

Saya menceritakan masalah yang sedang terjadi. Saya saat itu hampir merasa putus asa dan saya pikir untuk apa saya ada di dunia ini kalau hanya menghadapi masalah? Buat apa Tuhan ciptakan saya sebagai pribadi yang rapuh, namun menanggung beban masalah yang membuat pikiran saya kacau? Bahkan, ketika saya bangun, hal pertama yang saya bawa dalam doa adalah agar boleh menghadapi hari ini dengan sukacita. Ya, dengan tetap merasa sukacita lah masalah seberat apapun akan terasa ringan.

Kembali ke topik.

Saat saya sudah mencurahkan semuanya, hanya 1 kalimat yang ia katakan pada saya,

"Tuhan ijinkan semua ini terjadi untuk menguji kualitas hidup kita." 

DEG!

Rasanya saya seperti terhantam batu di hati dan kepala saya. Kualitas hidup. Dua kata itu terus terngiang di pikiran saya. Akhirnya, saya renungkan "kualitas hidup" itu sepanjang hari.

Jadi... inilah yang saya renungkan mengenai kualitas hidup.
Saya merasa apa yang saya lakukan selama saya hidup masih sangat kurang bagi Tuhan. Saya suka (bukan bermaksud sombong atau pamer) membaca renungan malam, berdoa, dan ikut pelayanan di Gereja. Tapi, tak mau munafik, saya mengakui bahwa kadang semua saya lakukan sebagai sebuah rutinitas belaka dan pelayanan yang harusnya dilakukan sepenuhnya untuk kemuliaan nama Tuhan, seringkali justru jadi momen untuk saya unjuk gigi. Ya, bahasa kerennya, memegahkan diri. Saya merasa sangat tertampar disitu. Meskipun "rajin" di pelayanan dan berdoa, namun saya masih suka (bahkan sering) menyalahkan Tuhan untuk semua permasalahan yang terjadi. Saya merasa Tuhan tidak menyayangi saya. Namun, lagi dan lagi, Tuhan pimpin saya melewati semua masalah itu.

Kini.. saya coba untuk meningkatkan kualitas hidup saya secara pribadi. Pelan namun pasti. Karena, semua butuh proses dan proses membutuhkan waktu. Bukan sesuatu yang mudah juga untuk seorang manusia penuh dosa dan cela untuk mau sepenuh hati bertobat. Godaan begitu besar dan setan ada dimana-mana untuk menghasut saya.

Terakhir, saya menerima sebuah pesan singkat dari kakak rohani saya ini. Isinya adalah untuk menguatkan hati saya melewati semua masalah ini. Satu kalimat yang paling menyentuh dan membuat saya semakin percaya adalah bahwa "Tuhan sedang membentuk kita untuk menjadi emas yang sesungguhnya". Well.. proses ini memang berat dan HARUS saya jalani. Karena, saya percaya (dan akan slalu berusaha percaya) bahwa mukjizat Tuhan itu nyata dan indah pada waktunya..

Selamat meningkatkan kualitas hidup Anda bersama Tuhan.. :)

Jumat, 03 Agustus 2012

Refleksi Diri : Puncak Kejenuhan

Kali ini aku sampai pada puncaknya. Puncak dimana aku benar-benar merasa seperti seorang yang kehilangan arah dan buta untuk mencari cahaya yang bisa menuntun jalanku. Akhir-ahir ini sering sekali aku melamun, tak jarang aku bahkan tak sadar sudah lebih dari setengah jam terdiam tanpa pikiran apapun. Lalu, aku jadi lebih suka menyendiri. Diam di sudut suatu ruangan sambil asyik memainkan jari atas keyboard laptop dan tak lupa memasang headphone di kedua telinga, sehingga aku benar-benar bisa menyendiri tanpa perlu mendengar apapun selain lagu yang mengalun di winamp laptop.

Ya, aku jenuh. Aku tahu aku merasakan kejenuhan yang amat sangat kronis ketika aku, yang dikenal bawel dan suka melontarkan berbagai kalimat jayus, hanya diam dan asyik dengan dunia ku sendiri bersama laptop dan headphone. Kalau biasanya aku sering mempertanyakan untuk apa aku ada di dunia ini, atau merasa jenuh dengan tugas kuliah yang menumpuk seperti cucian baju di rumah, kali ini berbeda. Well, untuk mengatakan yang sejujurnya, aku merasa agak malu. Jujur saja, ya.. Tapi, aku tidak bisa terus-menerus diam dan hanya berteriak dalam batin. Aku ingin ungkapkan semua di tulisan ini.

AKU JENUH MENJADI SEORANG JOMBLO!!!!

Ironis? Ya! Pathetic? Of course!

Tapi... itu memang kenyataannya. Anda ingin saya jujur, saya berikan kejujuran. Aku memang bosan dan jenuh dengan status Jomblo yang sudah hampir 2 tahun melekat pada diriku. Bahkan, bukan cuma jenuh. Tapi, sangat jenuh. Bahkan, kalo dibuat range dari 1 - 10, kejenuhan ini sudah sampai pada nilai 9.5.. That's totally amazing! hmmmm~~

At first I ignore all this feeling. Ya, maksudnya, aku berusaha untuk mengabaikan rasa jenuh ini dengan terus memantapkan dalam hati bahwa "SOMEDAY I'LL FIND MY PRINCE". Sudah selalu aku tekankan bahkan kadang aku sampai menangis untuk terus menerus meyakinkan itu. Tapi, kapan "SOMEDAY" itu akan segera datang???!!! Lagi-lagi... hanya waktu yang bisa menjawab.

Ya, aku sedih ketika melihat beberapa teman di Facebook atau teman secara nyata sudah berhasil mengubah status "Jomblo" nya menjadi "In a Relationship". Dan.... tak bisa aku pungkiri, aku iri. Aku sangat merasa iri hati dengan perubahan status itu. Dan, selalu aku mengatakan dalam hati, "KAPAN GILIRANKU TIBA?"

Itu untuk yang baru saja jadian. Aku juga seringkali merasa iri saat melihat teman ku foto bersama, diantar dan dijemput, makan bersama, dan saling bercanda dengan kekasihnya. Rasanya ingin ada seseorang yang bisa menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka. Teman yang tak hanya sekedar teman, tapi teman yang saling menyayangi dan mencintai. Ah...

Well...
Aku memang harus sabar menunggu, berdoa, dan tetap berusaha. Berusaha apa? Menggoda setiap lelaki tampan begitu? Oh, bukan!! Aku memang masih jomblo dan tampangku tidak secantik Selena Gomez, otak ku juga masih di tingkat rata-rata, dan aku bukan dari keluarga kaya raya. So, aku hanya gadis biasa berusia 21 tahun yang selalu berharap akan banyak hal. Kadang, berharap terlalu tinggi, sehingga ketika aku gagal mendapatkan itu, aku merasa seperti tertimpa bumi (astaga! ini sangat hiperbola). Tapi, bukan berarti aku akan menggaet setiap lelaki tampan yang aku suka. Aku berusaha untuk memperkaya diri ku dengan ilmu dan pengetahuan dan tentu saja sebagai seorang perempuan, aku akan merawat tubuhku. Ya, paling tidak mandi 2x sehari.

Ya, berdoa, berusaha, dan menunggu alias BBM. Berharap semua akan datang tepat pada waktunya. Dan, ketika semua keajaiban itu datang, tempat pertama yang akan mengetahui nya adalah blog ini :)