Senin, 24 September 2012

FOLLOW

Dipercaya jadi tuan rumah Ibadah Raya itu ternyata susah-susah-gampang. Kenapa? Ya, karena memang banyak hal yang harus dipersiapkan, koordinasi mesti lancar dan jangan sampai ada salah paham, dan terus mempertahankan semangat sampai hari H.

Well, di bulan September 2012 ini, gereja tempat gue bernaung, GKJ Tangerang dipercaya jadi tuan rumah penyelenggara Ibadah Raya Pemuda - Remaja GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat. Tepatnya, di tanggal 22 September 2012 kemarin, kegiatan bisa terlaksana dengan BAIK! :) (yey)

By the way, gue mau jelasin dulu nih soal apa sih Ibadah Raya itu? Terus, GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat itu apaan? Nah.. begini penjelasannya. Gereja Kristen Jawa (GKJ) yang tersebar di seluruh pulau jawa terbagi menjadi beberapa klasis, ya semacam bagian gitu mungkin. Nah, di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat GKJ terbagi menjadi 2 klasis, yaitu Timur dan Barat.

Mereka yang ada klasis Timur adalah GKJ Jakarta, GKJ Tanjung Priok, GKJ Pangkalan Jati, GKJ Bekasi, GKJ Pondok gede, GKJ Gandaria, GKJ Bogor, dan GKJ Bekasi Timur.

Nah, mereka yang ada di klasis Barat adalah GKJ Eben Haezer, GKJ Nehemia, GKJ Depok, GKJ Grogol, GKJ Tangerang, GKJ Yeremia, GKJ Pamulang, GKJ Kanaan, dan GKJ Joglo. Oh iya, yang dicetak tebal (bold), adalah gereja tempat gue bernaung, beribadah, dan bertumbuh :)

Well.. kegiatan klasis macem-macem pastinya. Salah satunya adalah Ibadah Raya Pemuda Remaja. Ibadah Raya yang diadakan secara berkala setiap tahun dan memiliki tuan rumah yang berbeda-beda pula. Biasanya sih dibuatnya per Klasis, tapi gak jarang juga Timur dan Barat bikin Ibadah Raya bareng.

Oke.. tahun ini, gereja gue jadi salah satu tuan rumahnya. Bikin Ibadah Raya yang menunjukkan identitas dari Pemuda dan Remaja GKJ Tangerang. Gue pun dipercaya menjadi koordinator atau ketua panitia untuk kegiatan ini dengan wktu persiapan kira-kira 2 bulan.

Tema yang dipilih adalah FOLLOW. Awalnya sih kepikiran dari Twitter. Waktu lagi ngumpul-ngumpul buat nentuin konsep acara Ibadah Raya, ada salah seorang temen yang iseng aja nyebut kata FOLLOW. So, akhirnya, kita putuskan tema nya FOLLOW.

FOLLOW disini berarti mengikut Tuhan Yesus (ya iyalah, siapa lagi? :p) bukan mengikut yang lain. Menjadikan Tuhan Yesus sebagai teladan dan berjanji kalau kita akan senantiasa selalu mengikuti DIA.

Nah, Puji Tuhan banget.... kegiatan boleh berjalan dengan baik. Gue sangat berterima kasih untuk semua teman-teman yang udah bantu.. :) kalian semua rock n roll!!! :D


Jumat, 21 September 2012

Tidak Sengaja Bertemu di Lantai 6

Keinginan kuat gue untuk move on emang banyak banget cobaannya.
Mulai dari ke-kepo-an gue yang selalu mau tahu update-an dari si E di Facebook-nya, padahal dia juga engga update apapun. Terus, setiap kali parkir motor, gue sering banget tengok kanan-kiri, berharap banget bisa ketemu dia.

Ah!

Ternyata sulit banget buat move on. Lelaki-Berinisial-E itu padahal ngejalanin rutinitas di kampus nya secara "normal", tapi gue suka uring-uringan sendiri kalo engga ketemu dia. Selalu ngebatin, "kok dia engga ada ya di kampus?" atau engga "gue bakalan ketemu dia gak ya nanti?". Tapi, kalo udah ketemu, yang ada gue cuma bisa melengos, pura-pura gak tau, belaga bego.

Sama kayak yang terjadi hari ini, tepatnya pagi ini. Gue nyampe kampus di jam 08.30 langsung ke Gedung C lantai 6 karena jam 11 gue ada praktek di Labortarium Monitoring yang letaknya di lantai itu. So, gue sama ketiga orang temen nunggu aja disitu. Gak lama kemudian, saat gue lagi latihan sebelum praktek, tak sengaja kedua mata gue mengarah ke lift yang berhenti di lantai 6. Dan.. JRENG!!!!

Keluarlah sosok laki-laki, menggunakan kaos hitam, ransel berwarna coklat, celana jeans yang warna nya udah engga paham lagi deh antara hitam sama abu-abu, dan ya... sendal jepit yang selalu dipake kalo kuliah.

Gak lain gak bukan, lelaki itu adalah E! Dia keluar dari lift, terus nengok ke kiri. Dan, disitu ada gue. entah dia aware atau engga nih sama kehadiran gue disitu, tapi dia langsung pergi. Tanpa senyuman.

Setelah itu, dia melangkah menuju kelas. Oke, gue jadi tahu kalau setiap hari Jumat, dia ada kelas di jam 9 yang ruangannya di lantai 6. Nambah lagi info tentang dia.

Sekitar 2 jam kemudian, gue sama 3 orang temen yang akan praktikum udah dag dig dug engga karuan. Nah, di tengah situasi yang membuat gue selalu bawaannya pengen buang aer besar, gue pun iseng untuk sekedar jalan-jalan mengitari lantai 6 yang memang tidak terlalu besar itu.

Saat gue lagi asyik-asyiknya berjalan di atas sepatu vantovel 7 cm, gue pun berpapasan lagi dengan dia! MATI GUE!!!!

Gue skak mat disitu. Gue mau balik arah, kok kesannya gue jual mahal bener. Tapi, kalau jalan terus, artinya gue akan makin papasan sama dia. Nah, gue bingung! Gue cuma waktu se-per-sekian detik untuk ambil keputusan. Akhirnya, gue putuskan untuk jalan terus.

E yang saat itu baru keluar dari toilet hanya memandang gue sekali. Gue dan E sama-sama jalan terus, tapi, gue berat untuk mengangkat wajah dan menorehkan senyuman di wajah gue buat dia. Gue pun hanya tertunduk. Sikap yang ditunjukkan Lelaki-Berinisial-E juga tidak jauh beda dengan yang gue lakukan. Dingin.

Saat gue tahu jarak kita sudah semakin jauh, gue merapat ke tembok. gue atur nafas gue supaya "normal" lagi. Dan, gue sedih. Sedih dan menyesali kenapa gue engga coba senyum ke dia? Kenapa gue terlalu jaim? Kenapa gue bersikap seolah-olah gue enggak kenal dia? KENAPA???!!!!

Ya.. gue akhirnya, di petang hari ini, merasa kalau keinginan move on gue belum sepenuhnya menjadi niat dan tekad. Ibaratnya baru anget-anget tai ayam. So, gue masih coba lagi nih mengambil langkah pertama untuk move on.

AYOOO MOVE ON, SARAH!!!!!


Senin, 17 September 2012

Lelaki berinisial E

Saat ku jumpa dirinya di suatu suasana, terasa getaran dalam dada.
Ku coba mendekatinya, menatap dirinya, oh dia sungguh mempesona.
Ingin aku menyapanya, menyapa dirinya, bercanda tawa dengan dirinya.
Namun apa yang kurasa, aku tak kuasa, aku tak tahu harus berkata apa?

inikah namanya cinta?
inikah rasanya cinta?

Penggalan lirik itu mungkin sesuai dengan kisah yang gue alami di penghujung tahun 2010. Pertama kali gue liat dia di kampus untuk meminta tanda tangan senior, gue udah merasa ada sesuatu yang berbeda. Padahal saat itu, dia hanya menggunakan kaos berwarna hitam, celana jeans warna senada, dan sendal jepit. Engga ada yang spesial dari penampilannya, tapi, buat gue momen itu adalah sesuatu yang spesial. 

Setelah itu, gue pun tahu namanya, angkatannya, dan nomor handphone nya. Tapi, gue engga akan mengambil langkah ekstrim untuk mulai sms duluan. Lagipula, gue sama sekali belum kenal dia. Buat apa juga gue sms duluan?

Inisal E!
Kita sebut dia demikian di tulisan ini. Seorang cowok berdarah batak, berkulit gelap, dan berinisal E. Seorang cowok yang akhirnya membuat gue betah untuk terus ada di kampus. Seorang cowok yang memang dingin sikapnya, tapi membuat gue semakin penasaran untuk mengenalnya lebih dekat.

Doa gue sepertinya dijawab oleh Tuhan. Gue punya kesempatan untuk bisa ketemu dia lebih intens di semester ke-2, di bulan Maret tahun 2011. Saat itu, di kelas Statistik II gue bisa sekelas sama dia. Senangnya luar biasa. Karena, setiap hari Sabtu, gue punya kesempatan untuk bertemu dia, melihat dia di kelas dan siapa tahu gue akhirnya bisa mengenal dia lebih dekat.

Ternyata, eskpektasi gue terlalu tinggi. Selama satu semester di kelas Statistik II, gue justru hanya berani menatap dia. Melihat dia dari kejauhan tanpa berani menyapanya sedikitpun. Setiap kali tatapan mata kita tidak sengaja bertemu, gue justru menghindar. Gue terlalu takut untuk memulai percakapan terlebih dahulu sampai akhirnya, kelas Statistik II pun selesai. Gue seneng banget bisa lulus, meskipun secara bersamaan, gue merasa sedih karena engga bisa bertemu E lagi secara intens.

Semester ke-3, gue engga bisa bertemu E lagi secara intens. Hanya sesekali saja, entah itu di suatu restoran cepat saji di samping kampus, di depan gerbang saat dia ngerokok, atau di hall tempat anak-anak Psikologi asik mengobrol dan mengerjakan tugas. 

Sebenarnya banyak kesempatan untuk gue bisa mengenalnya lebih dekat, tapi gue terlalu takut. Gue terlalu jaim untuk sekedar memberi senyuman atau menyapa. Gue berharap terlalu tinggi untuk sesuatu yang tidak gue usahakan. 

Kesempatan itu datang lagi. Gue punya kesempatan ke-2 untuk bisa mengenalnya lebih dekat. Kali ini di kelas Psikologi Klinis, di semester padat tahun 2012. Di bulan Januari itu, gue bisa satu kelompok dengan E. Kelompok yang sudah dibentuk di awal kelas adalah kelompok yang akan dipakai sampai kelas ini berakhir. Jadi, selama 2 bulan, gue akan terus di dekat E. Oke, itu ekspektasi gue, yang (mungkin) terlalu tinggi.

Apa yang gue harapkan engga sepenuhnya salah. Gue memang jadi lebih intens untuk bisa ketemu E. Gue jadi berani untuk mengobrol dan mentapa matanya. Gue jadi engga canggung untuk mulai sms duluan. Gue merasa seneng banget ketika kerja kelompok, dia duduk di samping gue. Gue merasa engga karuan saat denger suaranya di telepon. Ditambah lagi, setiap kali kelas, duduk dengan teman sekelompok dan membuat lingkaran adalah suatu kewajiban. Sometimes, I sit beside him, but usually I sit in front of him. So, can you imagine how happy I am at that time? :)

Mengingat momen yang terjadi 8 bulan lalu itu hanya membuat gue menyesal. Menyesal karena, selama 2 bulan kesempatan itu di depan mata, tapi tidak gue manfaatkan. Kembali, tingginya jaim gue yang membuat semua langkah awal yang sudah disiapkan, hanya jadi goresan di atas kertas. Tidak pernah gue realisasikan. Hanya di impikan.

Sedih? Iya.
Kesel? Iya.

Sekarang, jangankan bisa tertawa bersama lagi seperti di bulan Januari, menyapa dan memberi senyum pun berat untuk gue lakukan. Saat gue merasa yakin akan perasaan gue sama dia, gue bertekad untuk serius. Gue bertekad kalau gue punya kesempatan bisa jadian sama dia, gue akan menjalaninya dengan serius. Salah satu alasannya adalah gue udah lelah untuk hubungan yang engga serius. Alasan berikutnya, gue merasa yakin kalau dia adalah seorang cowok yang tidak akan main-main untuk urusan asmara. So, semua alasan itu yang akhirnya membuat gue membawa perasaan ini dalam doa.

Sepertinya, doa gue terjawab. Lelaki-Berinisial-E akhirnya tahu perasaan yang gue pendam untuknya selama hampir 2 tahun. Sayangnya, takdir yang gue terima adalah cinta gue bertepuk sebelah tangan. Pelan tapi pasti, gue akhirnya tahu kalau cintanya bukan untuk gue. Entah karena gue memang gue bukan cewek idaman yang dia cari, atau karena sudah ada seseorang di hatinya. Satu hal yang pasti, gue sedih.

Kesedihan yang berlarut-larut bukan hal yang baik. Semua tahu itu, termasuk diri gue. Makanya, gue mau banget untuk move on. Gak mudah memang, tapi gue harus bisa. Gue engga mau kalau akhirnya gue menutup mata dan hati gue untuk orang lain. Bukan bermaksud sok religius, tapi gue tetap berusaha bawa semua dalam doa. Meskipun, engga jarang gue marah karena sakit hati harus gue alami lagi. 

Hey, Lelaki-Berinisial-E..
Gue engga berharap banyak untuk cinta lo bisa gue miliki. Karena, cinta tidak harus memiliki kan? 
Tapi, satu hal yang harus lo tau, lo udah buat hidup gue lebih berwarna. Manis dan asem bisa gue rasain, salah satunya karena lo. Gue mungkin bukan yang terbaik buat lo dan lo pun mungkin bukan yang terbaik buat gue. Meksipun begitu, semua hal yang gue lewati bersama lo, engga akan gue lupakan :)


Best regards,
your ex secret admirer