Jumat, 21 Desember 2012

Desember.. Terakhir..

Resign menjadi keputusan paling tepat yang entah harus atau memang terpaksa Ibu lakukan di pekerjaannya saat ini. Berat memang dan berbagai pertimbangan pun sudah dilakukan. Mencoba bercerita pada Eyang sebagai suatu bentuk konsultasi, membagi pada aku sebagai anak pertama nya, dan yang pasti menceritakan pada Bapak untuk mencari keputusan yang tepat. Termasuk, membawanya dalam doa. Semua sudah dilakukan.

Percaya atau tidak, atasan Ibu di pekerjaannya saat ini adalah seseorang yang otoriter. Sangat otoriter. Bahkan, semua pegawai menilai beliau tidak memiliki hati. Well, aku memang tidak pantas untuk menyebut beliau "tidak memiliki hati". Karena, toh, aku tidak mengenalnya di keseharian ku. Selama ini, hanya mendengar lewat beberapa rekan kerja Ibu.

Situasi semakin memanas ketika OB (Office Boy) di kantor yang sudah mengabdi sejak perusahaan tersebut berdiri, dipecat secara tiba-tiba karena masalah salah paham. Kesalahpahaman yang sebenarnya akan bisa berakhir damai jika diberi kesempatan untuk menjelaskan. Namun, sayang, beliau terlalu berat untuk memberikan kesempatan tersebut kepada Mas OB. Tanpa pikir panjang, kata "kamu dipecat" pun meluncur dari bibirnya. Percaya atau tidak, semua pegawai sedih! Bahkan, beberapa dari mereka yang Muslim langsung Sholat dan berdzikir dengan tasbih. Yang lainnya berusaha menghubungi beberapa kantor untuk mencari lowongan sebagai OB.

Semua cinta kepada Mas OB ini. Orangnya ramah, penuh senyum, dan meskipun hanya sebagai OB, ia mau mengerjakan tugas nya dengan baik. Datang paling pagi, pulang paling malam. Menghidupi anak dan istri dengan gaji 800 ribu per bulan. Jelas, pemecatan ini membuat keluarga nya shock. Istri nya pun hanya bisa menangis dan meratapi hutang yang masih belum dilunasi. Ah! Benar-benar menyedihkan. Sangat menyedihkan.

Ya, sejak kejadian 3 hari yang lalu itu, suasana kantor berubah menjadi "dingin". Pegawai di kantor tersebut tidak habis pikir Ibu Bos tega melakukan itu. Aku sendiri tidak tahu pasti cerita dibalik pemecatan tersebut. Garis besar yang aku tahu, ini masalah uang Rp 190.000,-. Aku hanya bisa berdecak tidak percaya. Ini sungguh menyedihkan. Uang sejumlah seratus sembilan puluh ribu berakhir pada pekerjaan seseorang yang hanya seorang OB.

Aku pun teringat pembicaraan ku dengan salah satu kawan mengenai buruh di Indonesia. Ya, kawan ku itu merasa bahwa buruh adalah mereka yang punya kekuatan besar ketika berkumpul. Pekerjaannya berat, namun kesejahteraannya minim. Aku pun akhirnya melihat, mendengar, dan merasakan langsung hal tersebut. Ya, ini karena aku cukup mengenal mas OB selama Ibu bekerja disana. Mas OB selalu menemani ku mengobrol saat aku menunggu Ibu di kantor. Dia orang yang sangat baik. Kembali ke soal buruh, aku pun akhirnya berpikir, kapan ya kesejahteraan mereka akan meningkat? Ini bukan hanya soal uang lho! Siapa bilang, saat buruh diberikan uang, mereka akan langsung diam? Siapa tahu yang mereka butuhkan sebenarnya bukan sekedar uang. Namun, kesejahteraan yang tidak dapat diukur dengan uang.

Kesejahteraan itulah yang tidak Ibu ku dapatkan di kantornya selama bekerja. Keputusan untuk resign sepertinya adalah yang terbaik. Ibu selama ini bertahan demi keluarga. Membantu Bapak yang bekerja sebagai pengemudi taksi dengan penghasilan yang tidak pasti. Setidaknya, gaji Ibu mampu menutupi biaya dapur dan uang saku ku dan adik. Risiko nya saat Ibu resign adalah ibu tidak akan memiliki gaji lagi. Kami sekeluarga, sebagai manusia biasa pasti khawatir. Tapi, aku, adik, dan Bapak tidak tega melihat Ibu bekerja dengan tekanan seperti ini.

Ya... Desember 2012 ini mungkin bulan terakhir bagi Ibu untuk menjalani pekerjaannya. Segala pertimbangan yang sudah Ibu pikirkan semoga tetap menguatkan tekadnya untuk resign. Tuhan pasti akan berikan jalan. Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar