Selasa, 25 Desember 2012

Thank God for this Christmas :)

Thank God..
karena aku masih bisa merayakan Natal di tahun 2012 ini.

Thank God..
aku masih KAU berikan kesempatan untuk bertemu, bertegur sapa, dan saling mengucap salam kepada seluruh anggota keluarga, sahabat, teman, dan seluruh kerabat yang ada.

Thank God..
KAU masih berikan aku talenta untuk memuji, memuliakan, dan menyembah MU dengan suara, tarian, dan hal lainnya di Natal tahun ini.

Thank God..
masih ada kesempatan dan waktu untukku bertemu dan bercakap-cakap dengan dirinya. Seseorang yang akhir-akhir ini membuatku bisa lebih merasakan indahnya berkatMu, belajar tentang kesederhanaan, dan berusaha untuk terus berpegang pada firmanMU. Kehadirannya adalah anugerah untukku.

THANK GOD for everything YOU give to me :)

MERRY CHRISTMAS 2012 and HAPPY NEW YEAR 2013
G O D  B L E S S  Y O U 

Jumat, 21 Desember 2012

Desember.. Terakhir..

Resign menjadi keputusan paling tepat yang entah harus atau memang terpaksa Ibu lakukan di pekerjaannya saat ini. Berat memang dan berbagai pertimbangan pun sudah dilakukan. Mencoba bercerita pada Eyang sebagai suatu bentuk konsultasi, membagi pada aku sebagai anak pertama nya, dan yang pasti menceritakan pada Bapak untuk mencari keputusan yang tepat. Termasuk, membawanya dalam doa. Semua sudah dilakukan.

Percaya atau tidak, atasan Ibu di pekerjaannya saat ini adalah seseorang yang otoriter. Sangat otoriter. Bahkan, semua pegawai menilai beliau tidak memiliki hati. Well, aku memang tidak pantas untuk menyebut beliau "tidak memiliki hati". Karena, toh, aku tidak mengenalnya di keseharian ku. Selama ini, hanya mendengar lewat beberapa rekan kerja Ibu.

Situasi semakin memanas ketika OB (Office Boy) di kantor yang sudah mengabdi sejak perusahaan tersebut berdiri, dipecat secara tiba-tiba karena masalah salah paham. Kesalahpahaman yang sebenarnya akan bisa berakhir damai jika diberi kesempatan untuk menjelaskan. Namun, sayang, beliau terlalu berat untuk memberikan kesempatan tersebut kepada Mas OB. Tanpa pikir panjang, kata "kamu dipecat" pun meluncur dari bibirnya. Percaya atau tidak, semua pegawai sedih! Bahkan, beberapa dari mereka yang Muslim langsung Sholat dan berdzikir dengan tasbih. Yang lainnya berusaha menghubungi beberapa kantor untuk mencari lowongan sebagai OB.

Semua cinta kepada Mas OB ini. Orangnya ramah, penuh senyum, dan meskipun hanya sebagai OB, ia mau mengerjakan tugas nya dengan baik. Datang paling pagi, pulang paling malam. Menghidupi anak dan istri dengan gaji 800 ribu per bulan. Jelas, pemecatan ini membuat keluarga nya shock. Istri nya pun hanya bisa menangis dan meratapi hutang yang masih belum dilunasi. Ah! Benar-benar menyedihkan. Sangat menyedihkan.

Ya, sejak kejadian 3 hari yang lalu itu, suasana kantor berubah menjadi "dingin". Pegawai di kantor tersebut tidak habis pikir Ibu Bos tega melakukan itu. Aku sendiri tidak tahu pasti cerita dibalik pemecatan tersebut. Garis besar yang aku tahu, ini masalah uang Rp 190.000,-. Aku hanya bisa berdecak tidak percaya. Ini sungguh menyedihkan. Uang sejumlah seratus sembilan puluh ribu berakhir pada pekerjaan seseorang yang hanya seorang OB.

Aku pun teringat pembicaraan ku dengan salah satu kawan mengenai buruh di Indonesia. Ya, kawan ku itu merasa bahwa buruh adalah mereka yang punya kekuatan besar ketika berkumpul. Pekerjaannya berat, namun kesejahteraannya minim. Aku pun akhirnya melihat, mendengar, dan merasakan langsung hal tersebut. Ya, ini karena aku cukup mengenal mas OB selama Ibu bekerja disana. Mas OB selalu menemani ku mengobrol saat aku menunggu Ibu di kantor. Dia orang yang sangat baik. Kembali ke soal buruh, aku pun akhirnya berpikir, kapan ya kesejahteraan mereka akan meningkat? Ini bukan hanya soal uang lho! Siapa bilang, saat buruh diberikan uang, mereka akan langsung diam? Siapa tahu yang mereka butuhkan sebenarnya bukan sekedar uang. Namun, kesejahteraan yang tidak dapat diukur dengan uang.

Kesejahteraan itulah yang tidak Ibu ku dapatkan di kantornya selama bekerja. Keputusan untuk resign sepertinya adalah yang terbaik. Ibu selama ini bertahan demi keluarga. Membantu Bapak yang bekerja sebagai pengemudi taksi dengan penghasilan yang tidak pasti. Setidaknya, gaji Ibu mampu menutupi biaya dapur dan uang saku ku dan adik. Risiko nya saat Ibu resign adalah ibu tidak akan memiliki gaji lagi. Kami sekeluarga, sebagai manusia biasa pasti khawatir. Tapi, aku, adik, dan Bapak tidak tega melihat Ibu bekerja dengan tekanan seperti ini.

Ya... Desember 2012 ini mungkin bulan terakhir bagi Ibu untuk menjalani pekerjaannya. Segala pertimbangan yang sudah Ibu pikirkan semoga tetap menguatkan tekadnya untuk resign. Tuhan pasti akan berikan jalan. Amien.

Rabu, 19 Desember 2012

Lelah yang Sudah Terlalu Lelah!

Natal hampir tiba. 
Semua orang sibuk mempersiapkan ini dan itu. Merencakan liburan keluarga, mengunjungi kampung halaman, atau sekedar berkumpul di rumah sambil menikmati makanan favorit. Tak lupa, pohon Natal pun dipasang. Hias sana, hias sini. Pasang pita, pasang aksesoris, dan supaya lebih indah, pasang lampu kelap-kelip yang mengelilingi pohon. Wah! Cantik! Sangat cantik pohon Natal ini. Ketika malam hari, aku yakin lampunya akan menyinari seluruh ruangan. Memberikan kehangatan dan kedamaian di hari kelahiran Tuhan Yesus ribuan tahun yang lalu.

Tapi... semua itu hanya mimpi bagiku. 
Aku bahkan merasa tidak ada greget sama sekali untuk mempersiapkan diri menghadapi Natal. Tidak ada pohon Natal, tidak ada hiasan lampu yang gemerlap, dan tidak ada liburan bersama keluarga,
Aku jalani hari demi hari di bulan Desember ini dengan biasa aja.

Aku rindu kehangatan keluarga yang sudah lama tidak aku rasakan. Bahkan, ketika Bapak ada di rumah, aku merasa seperti orang asing saat berbicara dengan Bapak. Sudah tidak lagi kurasakan kehangatan kasih seorang Bapak terhadap anaknya. Bahkan, kini Bapak lebih terlihat kurus, ringkih, dan lelah. Ya, lelah memikirkan akan makan apa besok keluarga ini? Harus bagaimana lagi mencari uang untuk menutupi hutang keluarga ini yang jumlahnya luar biasa besar? 

Bapak ku bekerja sebagai seorang pengemudi taksi. Hal itu terpaksa dilakukan agar keluarga ini tetap hidup. Setiap harinya Bapak bangun jam 4 pagi, bekerja dari subuh hingga jam 1 pagi. Lalu, tidur hanya 2 - 3 jam, kemudian bangun dan bekerja lagi. Oh iya, Bapak hanya pulang di hari Minggu pagi dan kembali lagi ke pool taksi pada Senin subuh.

Aku pun rindu sosok Ibu yang biasa nya menyambut aku dengan hangat ketika aku pulang dari kuliah. Menyambut ku dengan senyumnya dan masakan lezat untuk makan siang. Kini, ketika aku sampai rumah, aku seorang diri. Ibu pun harus berjuang keras demi membantu Bapak menghidupi keluarga ini. Bekerja tanpa kenal waktu, pagi hingga malam. Tak peduli bos yang angkuh dan otoriter, semua Ibu jalani demi keluarga ini. Gaji yang hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari pun sebenarnya bagiku tidak layak. Ibu sudah terlalu lelah bekerja!!

Aku kangen, aku rindu Bapak dan Ibu!!
Aku rindu dengan kehangatan keluarga. Aku rindu menghabiskan liburan bersama Bapak, Ibu, dan Adik. Ya, semua itu hilang karena memikirkan hutang keluarga pada suatu bank. Semua salah perhitungan. Niat awal meminjam uang di bank adalah untuk usaha. Ternyata, usaha yang Bapak lakukan berjalan tersendat dan akhirnya kacau. Hutang tetaplah hutang dan harus dibayar bukan? Tapi, life must go on. Keluarga ini harus makan setiap hari nya. Aku dan adik harus kuliah, sampai kami sarjana. 

Di hari menjelang Natal ini, aku sebenarnya rindu sekali utnuk bisa merayakannya bersama keluarga ku. Aku rindu masa-masa menghias Pohon Natal bersama. Sekarang..... jangankan menghias, Pohon Natal nya pun sekarang sudah tidak kokoh lagi berdiri. Usia yang sudah tua membuat pohon plastik ini rusak dimakan waktu. Kemudian, kondisi rumah yang juga ruang geraknya semakin terbatas membuat pohon Natal sepertinya hanya akan mempersempit rumah ini. Dan, jika harus membeli yang baru, darimana uang nya? Memikirkan dapur ngebul saja sudah membuat kepala mau pecah!

Liburan bersama keluarga ku kini adalah hal yang mustahil. Aku bahkan merasa untuk pergi makan malam di angkringan yang ada di pinggir jalan pun sudah tidak mungkin lagi. Bapak lebih memilih untuk tidur sepanjang hari ketika berada di rumah, karena ham tidur yang memang sangat kurang saat bekerja. Uang nya pun terbatas *sigh*.

Aku harus menahan diri untuk tidak merasa sedih, iri, dan kecewa saat teman-teman bercerita tentang liburan mereka. Liburan yang akan dihabiskan bersama keluarga. Ada yang ke Bali, ke kampung halaman, atau ke luar negeri. Semua gembira menyambut liburan ini. Kecuali aku.

Mungkin dengan apa yang aku tulis ini, Anda berpikir kalau aku bukanlah manusia yang bisa bersyukur. Tapi, coba lah Anda ada di posisi saya sekarang ini. Menghadapi kenyataan bahwa kehangatan keluarga mulai hilang. Namun, untuk menutupi kenyataan yang ada, aku selalu bercerita kalau aku dan keluarga ku sering menghabiskan waktu bersama. SEMUA BOHONG!! Semua aku lakukan karena aku tidak ingin ada yang mengetahui kondisi keluarga ku yang sebenarnya. 

Konselor yang aku datangi pernah mengatakan, "berdamailah dengan dirimu sendiri". Aku sudah coba. Bersyukur pun sudah aku lakukan. Hanya saja, aku merasa tidak mampu lagi bertahan. Aku lelah. Aku terlalu lelah menghadapi semuanya.

Selasa, 11 Desember 2012

Menulis sebagai Pilihan Karir, Kenapa Tidak?

Dilema.
Sebuah kata sederhana namun sarat makna.

Saya pun berefleksi dalam tulisan ini mengenai dilema yang saya alami.

Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, saya pun menghadapi semakin banyak problematika kehidupan (saya yakin, Anda pun demikian). Mulai dari sesuatu yang sederhana sampai yang rumit. Mengalahkan kerumitan algoritma, statistik, atau bahkan psikometri. Maaf, hiperbola.

Saat ini, saya pun mengalami sebuah dilema yang membuat saya mencoba untuk berpikir lebih jauh dan realistis. Karir. Itulah dilema yang saya hadapi saat ini. Saya mengalami dilema dalam menentukan masa depan saya, menentukan karir saya setelah menjadi sarjana.

Well, sebenarnya saya kurang berminat untuk menjalani pekerjaan yang lama bekerja nya adalah dari jam 8 pagi ke jam 5 sore. Sebutan akrabnya (jika tidak salah) eight-to-five. Saya senang kebebasan. Saya ingin bekerja di tempat yang fleksibel dan yang memang benar-benar saya sukai. Saya tidak terlalu memiliki passion untuk bekerja di belakang meja dan menghadapi layar komputer setiap hari. Saya senang bereksplorasi, senang jalan-jalan.

Akhir-akhir ini, saya pun mulai berpikir. Saya rasa, saya harus mulai memebuat rencana yang matang untuk masa depan saya. Menentukan karir apa yang ingin saya kejar dan ya, saya pun terpikirkan sebuah kata.

Menulis.
Saya senang menulis. Saya senang mengekspresikan sesuatu lewat tulisan. Saya senang ketika tulisan saya dibaca dan diberi komentar, kritik, atau pujian. Ya, saya mulai menyenangi dunia tulis menulis sejak saya mulai menyadari bahwa sepertinya saya memiliki bakat disana.

Saya pun coba memberanikan diri untuk membuat sebuah statement yang saya ucapkan pada diri saya sendiri, "menulis untuk karir masa depan". Saya ingin berkarir sebagai seorang penulis. Saya pun menyadari, saya masih newbie, masih harus banyak belajar, dan masih perlu banyak jam terbang.

Sampai detik ini, sampai saya menulis postingan ini, menulis masih menjadi pilihan karir saya setelah lulus S.Psi (Sarjana Psikologi). Ya , menjadi penulis. Menjadi penulis yang menulis dengan hati.

Selasa, 04 Desember 2012

Wish you be mine, E!

I can't believe it! When I write this, I listen to Depapepe - Kitto Mata Itsuka, yang artinya, sampai bertemu lagi.

Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan gue saat ini. Sampai bertemu lagi, E! meskipun hanya dalam mimpi.

I know it's sounds ridiculous. But, I'm happy to meet him, talk to him, and he give me his best smile that I've ever seen.. EVEN IT'S JUST IN MY DREAM!

Ya.. 2 hari yang lalu, gue mimpi ketemu E. Dalam mimpi itu, kita saling bercanda, tertawa, dan E berkenalan secara langsung dengan keluarga gue! Can you imagine, how happy I am?

I wish it's not juts a dream :"( But, it's just a dream.. So damn pathetic!

Gue pun mendeklarasikan kegagalan untuk MOVE ON! There's no more such MOVE ON! Gue udah menyerah.. Gue terlalu sayang sama E.. Semua dari dirinya adalah sempurna untuk gue.

Gue tahu, paham, dan mengerti kalau gue sama E engga akan pernah bisa bersatu. Ada tembok tinggi yang memisahkan gue dan dia. Suku. Gue dan E beda suku. Terus, apa masalahnya dengan beda suku? Aneh kan?

Gue memang awalnya merasa perbedaan suku itu harusnya engga jadi masalah. Toh, gue dan E seiman. Itu salah satu syarat E untuk mencari pacar. Seiman dan Sesuku.

Gue tahu kalau dia adalah anak laki-laki satu-satunya. So, marga Aritonang hanya akan turun dari E.. Pertanyaan gue selanjutnya yang muncul di benak gue adalah : kenapa harus dengan perempuan suku Batak juga? Toh, E menikah dengan perempuan dari suku manapun, marga Aritonang akan tetap diwariskan ke anak-anaknya. Termasuk dengan perempuan keturunan Jawa (baca : gue).

Gue belum mendapatkan jawabannya. Mungkin hanya Tuhan, E, dan keluarga nya yang tahu.

Sepertinya, engga cuma benteng itu saja yang menghalangi gue dan E bersatu. Tapi, dia engga bisa membalas rasa sayang gue. Gue sadar, cinta dan sayang itu engga bisa dipaksa. Berarti, gue engga bisa memaksakan E untuk bisa mencintai dan menyayangi gue, sama seperti apa yang gue rasain ke dia. For short, cinta gue bertepuk sebelah tangan.

Sadar akan cinta yang bertepuk sebelah tangan, harusnya sih gue move on kan ya? Bahkan, gue pun tahu dari beberapa teman dekatnya, kalau dia suka (ya bisa dibilang naksir) sama cewek yang seangkatan sama gue.. Tapi, ada juga yang bilang, cewek yang dia suka itu satu angkatan dengan E dan di fakultas yang sama juga. Herannya, gue kenal baik sama dua cewek ini. So, harus nya gue semakin punya alasan kuat untuk move on, kan?? Jawabannya adalah : sudah gue (coba) lakukan. Tapi... I love him too much! Gue engga bisa move on!

Sampai kapan gue harus terus begini? Sampai kapan penantian gue akan berakhir.. Kalau ditanya apa yang gue mau saat ini, jawabannya cuma satu. Wish you be mine, E!