Jumat, 08 Februari 2013

5 Hari di Kota yang Penuh Kenangan dan Cerita

Aku sebenarnya selalu merasa sedih ketika mendengar kata "perpisahan". Walaupun aku sebenarnya tahu dan sangat memahami bahwa setiap kali ada perjumpaan, pasti akan ada perpisahan. Hal ini pun terjadi padaku kemarin. Aku harus berpisah dengan eyang, om, tante, dan kedua adik sepupu ku yang ada di Tegal. Sebuah kota di provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kacang pilus, sate kambing muda, dan logat bicara masyarakatnya yang sedikit ngapak-ngapak. 

Sejak hari Minggu (3 Februari 2013) aku, sendirian, memulai perjalanan panjang untuk menghabiskan waktu selama 5 hari di Tegal. Perjalanan aku mulai dengan memesan tiket seminggu sebelum keberangkatan. Lalu, dengan bus Transjakarta aku melaju ke Stasiun Gambir. Setelah tiba, aku pun menunggu selama sekitar satu setengah jam di stasiun yang memiliki ciri khas dinding berwarna hijau itu.

Tepat jam 11 pagi kereta Cirebon Express yang aku tumpangi pun akhirnya berangkat. Aku ada di kelas Bisnis saat itu. Selama perjalanan, aku hanya melihat ke arah luar jendela. Tersaji pemandangan kota dan juga sawah nan hijau di sepanjang perjalanan ku. Aku pun tak ingin melewatkan momen itu dan akhirnya aku abadikan dalam sebuah foto. Selain pemandangan, aku suka sekali saat melihat papan dari besi yang bertuliskan nama stasiun yang sedang dilewati oleh kereta. Sehinga, aku pun mengabadikan nama-nama daerah dan stasiun tersebut dalam pocket camera ku.

Akhirnya, aku tiba di kota dengan sejuta kenangan dan cerita ini. Aku disambut oleh adik sepupu ku yang berbadan cukup subur. Kami pun menuju ke rumah di Jalan Rambutan 6 dengan sepeda motor. Aku hanya membawa sebuah ransel hitam dan tas selempang sebagai daily pack ku. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit untuk tiba ke rumah eyang. Sesampainya disana, aku langsung mandi dan pergi bersama-sama ke Gereja untuk Ibadah Minggu.

Hari berjalan begitu cepat. Keesokan harinya, aku membuat kue bersama eyang dan tante ku. Sambil sesekali kedua adik sepupu ku ikut ambil bagian dalam proses pembuatan kue ini. Kami lakukan itu seharian penuh. 4 resep kue kering kami praktekkan dan hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Proses pembuatannya pun menyenangkan bagiku, karena sudah lama sekali aku tidak melakukannya.

Keesokan harinya, aku berkesempatan mengunjungi berbagai tempat di Tegal. Kebetulan, eyang dari kedua orangtua ku berasal dari kota ini. Namun, eyang putri dan eyang kakung dari Papa ku sudah menghadap Sang Pencipta pada tahun 2004 dan 2009. Aku pun menggunakan liburan ku ini untuk ziarah ke makam eyang dan paman ku yang sudah tiada pada tahun 2009, hanya berselang 2 bulan dari eyang kakung. Tak lupa, aku juga kunjungi makan eyang kakung dari Mama ku yang sudah pergi pada tahun 1996, saat usia ku baru 5 tahun. Jadi, ada 4 makam yang aku datangi saat itu bersama tante dan adik sepupu ku.

Tak cuma ziarah, aku pun mengunjungi berbagai daerah yang ada di Tegal. Ada peternakan bebek, daerah Mejasem, tambak milik almarhum Eyang, dan masih banyak lagi. Hari Selasa, 5 Februari 2013 aku gunakan untuk berkeliling kota dengan adik sepupu ku.

Hari ketiga, kebetulan dirumah Eyang yang adalah ibu dari Mama ku, ada pertemuan lansia yang tergabung dalam PWRI. Sehingga, ibarat memiliki sebuah hajatan, kami pun yang ada di rumah itu sejak pagi sudah menyiapkan berbagai hal. Mulai dari memasak, membereskan ruang tamu, sampai menyiapkan peralatan makan untuk para tamu.

Tak terasa sore hari pun tiba dan setelah beristirahat dengan tidur siang, aku diantar oleh tante membeli beberapa buah tangan untuk dibawa kembali ke Tangerang. Sudah pasti aku membeli beberapa makanan khas dari kota ini, dong. Mulai dari latopia, telor asin Brebes, tahu Banjaran, kripik, dan kue kering hasil karya aku dan eyang di hari Senin lalu.

Ternyata, hari itu adalah hari terakhir bagiku berada di Tegal. Esok harinya, aku harus kembali ke Tangerang pada jam 06.00. Itu artinya aku harus berangkat pagi-pagi, bukan? Ya, sedih memang. Tapi, aku memang harus kembali. Menghadapi kembali segudang aktivitas yang sudah mengantri dan berjibaku lagi dengan macetnya ibukota yang tak kunjung usai.

Sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta (Stasiun Gambir), aku pun merenung. Aku tak menyangka, lima hari berada di Tegal, aku serasa menguak berbagai kenangan dan cerita yang pernah aku ukir di kota ini. Kota kelahiran Papa yang tidak sebesar Jakarta, namun penduduknya ramah, santun, dan aku nilai cukup kohesif.

Di kota ini, saat aku masih kecil, aku habiskan liburan Natal dan tahun baru bersama saudara-saudara yang datang dari berbagai kota di Pulau Jawa. Mengunjungi eyang, bertemu kangen satu sama lain, berbagi cerita, dan bersama-sama mencicipi kuliner khas kota Tegal.

Di kota ini pula, aku mengenal beberapa kawan yang tak kusangka sampai detik ini, kami masih berkomunikasi meskipun hanya melalui akun Facebook. Oh iya, di kota Tegal pula aku sempat memiliki kisah cinta yang meskipun sebentar, tapi akan selalu ada dalam kenanganku. Seseorang yang bisa membuat ku tertawa dengan logat khas Tegal nya dan senang berbagi cerita dengan ku. Aku pun sempat mencicipi manis asam nya berhubungan jarak jauh, ya di kota ini.

Aku merasakan banyak hal saat aku disana. Aku senang karena bisa sejenak meninggalkan hiruk pikuk kota Jakarta dan merasakan suasana berbeda di kota kecil nan indah ini. Aku berterima kasih untuk semua yang telah membuat lima hari ku di Tegal terasa menyenangkan. Aku harap, tahun ini, aku punya kesempatan lagi untuk mengunjungi Tegal.