Jumat, 30 Mei 2014

[Refleksi Diri] Aku Kecewa dan Maafkan Aku Jika Akhirnya Kalian pun Merasa Kecewa

Sejujurnya aku kecewa. Aku kecewa dengan diriku yang tak mampu mengungkapkan isi hati dan pikiran pada orang lain. Aku terlalu takut dan ragu. Aku terlalu sering memikirkan perasaan orang lain, tanpa peduli dengan diriku sendiri.

Apakah ini baik?

OF COURSE NOT! People often taken for granted my kindness. They act like they care, but they don't! 

Pada akhirnya aku lah yang harus menelan kekecewaan tersebut dengan rasa pahit. Aku tumpuk semua kekecewaan itu sampai menjulang tinggi dan terkubur di dalam diriku. Pada akhirnya, tak ada lagi ruang yang bisa aku sediakan untuk kekecewaan lainnya. Aku pun jatuh dalam rasa kecewa yang sangat dalam dan sampai pada waktunya, ledakan emosi pun terjadi.

Tidak.. aku tidak bisa marah sambil berteriak. Aku hanya bisa menangis tersedu-sedu manakala hati ini tersayat karena kekecewaan itu. Air mata ku menjadi saksi bisu betapa aku benar-benar kecewa. Aku kecewa yang mereka yang mengecewakan aku. Aku kecewa dengan diriku sendiri yang sepertinya "terlalu baik" dan mudah memberi toleransi. Aku kecewa dengan keadaan yang seringkali aku rasakan tidak adil.

Tulisan ini merupakan manifestasi kekecewaan ku yang aku buat dengan emosi yang sedang meledak. Maafkan jika lewat tulisan ini, kalian merasa kecewa pada ku. Tapi.. semua ini aku lakukan karena rasa kecewa yang sudah dalam. Aku lelah karena harus membawa kekecewaan ini kemanapun aku pergi.

Sabtu, 10 Mei 2014

[REFLEKSI DIRI] Nothing Worth Having Comes Easy

Aku kini bukan lagi seorang remaja perempuan dengan usia belasan. Usia ku sudah kepala dua, tepatnya dua puluh dua tahun. Aku sudah lewati masa-masa menggunakan baju putih-merah, putih-biru, dan bahkan putih-abu. Kini, aku sedang berjuang menyelesaikan masa studi S-1 yang ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. 

Perjuangan menyelesaikan skripsi ini belum lah berakhir. Sama seperti perjuangan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Masih ada jalan panjang yang harus aku lalui. Bahkan, ketika aku dinyatakan lulus setelah sidang, mengikuti proses yudisium, dan akhirnya wisuda pun, perjuangan itu belum berakhir. Hidup adalah perjuangan. Mau hidup, ya harus berjuang. Well, itu jadi prinsip ku saat ini.

Bicara soal prinsip hidup, rasanya jika mengingat lagi ke belakang, aku bukanlah seseorang yang memiliki semangat berjuang yang tinggi. Sejak kecil, aku terbiasa hidup senang, semua ada, dan ya belum benar-benar merasakan yang namanya perjuangan. Namun, Tuhan berikan kesempatan untuk aku berjuang. Walaupun, cara-Nya sempat membuat ku merasa hampa, kosong, tak berdaya, tak berguna, dan bahkan ingin mati saja. 

Aku pun tak sampai hati sebenarnya untuk benar-benar menghabisi nyawa ku sendiri. Jika aku ingat seluruh keluarga ku, rasanya kok aku begitu egois ya? Lalu, aku pun pergi dengan sia-sia. Meninggalkan orang-orang yang aku cintai, cita-cita, dan semua harapan yang sudah aku bangun sejak lama. Ah! Aku begitu bodoh jika sampai benar-benar bunuh diri.

Ketika dalam keadaan yang terombang-ambing, I deeply thank to my Lord Jesus, karena aku dipertemukan dengan seseorang yang bersedia mendengar keluh kesahku. Seseorang yang sebenarnya aku hormati karena status dalam pekerjaanya, namun beliau adalah seseorang yang (menurutku) sangat memahami orang lain. Bagaimana tidak? Aku bisa dengan mudahnya menceritakan pikiran jahat ku untuk bunuh diri dan beliau tidak mengecap aku negatif! Sama sekali. Beliau memahami kondisi ku saat itu dan ya saat ini. Sungguh, Tuhan begitu baik!

Beliau adalah dosen pembimbing skripsi ku. Dosen yang sudah aku kagumi sejak masih berada di tahun pertama kuliah. Dosen yang bagi ku memiliki sifat keibuan yang begitu besar. Aku pun telah mendengar berbagai cerita mengenai dirinya yang berjuang dari nol meraih semua cita-citanya. Jujur saja, aku kagum!

Beliau pula yang membuat ku kembali menemukan semangat untuk mengerjakan skripsi, berdamai dengan situasi dan diriku sendiri. Beliau pula yang telah membuat ku belajar bahwa tidak ada keberhasilan yang dapat diraih tanpa perjuangan. Semakin besar perjuangan, maka hasil nya semakin besar pula. Beliau pula yang mengingatkan ku bahwa ada DIA yang telah mengatur segalanya. Hanya pada DIA lah kita sebagai umat manusia harus bersandar.

Ya.. keadaan di sekitar ku memang belum banyak berubah. Tantangan semakin berat dan besar seiring bertambahnya usia ku. Aku pun baru saja menyadari bahwa aku adalah kunci dari keadaaan ini. I AM THE KEY! Artinya, aku lah yang bisa membuka gembok nya, membuat aku dan keluargaku masuk pada fase yang lebih baik. Lalu, apa yang harus aku lakukan? Hanya satu hal : BERJUANG!

Terima kasih, Ibu Murni..