Senin, 05 Agustus 2013

This is the Time!

Minggu, 4 Agustus 2013.
Aku menerima beberapa pesan lewat sms maupun BBM mengenai suatu informasi terkini. Tentang seseorang. Seseorang yang sudah aku kagumi, bahkan aku cintai selama hampir 3 tahun. Seseorang yang membuatku termotivasi untuk hadir di kampus, meskipun tak banyak kegiatan untuk dijalani. Seseorang yang bisa membuatku tersenyum malu ketika membaca isi pesan singkatnya di handphone ku. Seseorang yang berinisial "E".

Ah..
Tapi, informasi terkini tentangnya ternyata membuatku berderai air mata. Tak percaya dengan seluruh isi pesan tersebut, aku pun memberanikan diri untuk membuka Facebook. Ternyata... benar! Ia kini tak lagi sendiri. Sudah ada seorang perempuan manis yang mengisi hatinya. It's such a painful thing, for sure. Jelas saja, siapa yang tidak sedih ketika mengetahui sosok yang didambakan justru sudah bersama orang lain. Lebih menyedihkan lagi karena perempuan ini adalah salah satu temanku. Teman yang cukup akrab dan dekat.

Kondisi ku pun carut marut. Liburan bersama keluarga besar ku rasanya super kacau. Aku bahkan sama sekali tak menikmati makan siang yang saat itu sudah ada di hadapanku. Aku hanya ingin sendiri. Diam dan menangis. Tapi... aku tahan semua kesedihan itu sampai sangat dalam. Aku tak ingin keluarga besarku menyadari ada sesuatu yang salah padaku. Sehingga, ku tutupi semuanya.

Menit berganti menit, jam berganti jam. Waktu terus berjalan. Aku pun perlahan mampu menghilangkan kesedihan itu. Membuatku bisa kembali tersenyum walaupun sedikit. Beberapa kawan menghiburku lewat BBM. Itu sudah cukup. Setidaknya, aku kembali mendapatkan motivasi untuk tetap menjalankan semuanya dengan maksimal. Life must go on.

So...
Tak dapat ku pungkiri, kenyataan itu memang menyakitkan. Tapi, ku coba maknai kejadian ini dengan positif. Aku mencoba memaknainya sebagai jawaban atas doa ku selama ini. Aku yakini bahwa ini adalah cara terbaik untuk aku bisa melupakan dirinya dan kembali melanjutkan hidupku dengan normal. Lagipula, setiap orang memang berhak untuk dicintai dan mencintai, bukan?

Selamat untuk dirinya :)

Selasa, 02 April 2013

Pengemis yang Bukan Mengemis

Kemarin, saya sengaja menghabiskan waktu makan siang saya dengan membeli semangkuk soto mie dan sepiring nasi di sebuah pasar yang letaknya tidak jauh dari tempat saya tinggal.

Selain karena kebetulan kemarin kuliah saya sedang libur, saya juga sengaja ingin mencicipi lagi soto mie yang sudah hampir dua tahun warungnya tidak saya sambangi. Ya, ternyata rasa dan kenikmatan soto mie di Pasar Lama itu masih sama. Tidak berubah sejak pertama kali saya mengenalnya ketika masih duduk di bangku SMP.

Tapi, tulisan ini bukan tentang soto mie. Melainkan tentang sekelompok pengemis.

Ya, pengemis. Mereka datang di kala saya dan beberapa pengunjung yang sebagian besar pegawai kantoran itu sedang menikmati makan siang kami. Sebenarnya, pengermis datang itu adalah hal yang wajar terjadi. Menolak dengan halus untuk tidak memberikan uang kepada mereka pun bukan hal yang aneh, kan?

Tetapi, saya kali ini agak naik pitam ketika sekelompok pengemis tersebut datang dan menghampiri meja kami satu per satu. Bayangkan, ketika beberapa orang yang masih asyik menikmati semangkuk soto mie nya, para pengemis itu meminta uang dan memaksa! Cara mereka memaksa pun cukup mengganggu, menurut saya. Mereka akan berdiri diam di samping, depan, dan belakang pengunjung sampai diberikan uang. Ketika seorang pengunjung hanya memberikan sebuah koin uang 500 rupiah, mereka justru marah dan meminta lagi.

Hal itu pun terjadi saat mereka menghampiri saya. Tiga orang anak kecil, saya perkirakan usia nya masih 9 - 11 tahun, datang dengan tangan menengadah. Suara lirihnya seolah-olah membuat siapapun yang mendengarnya merasa mereka lemah tak berdaya. Saya pun menolak dengan halus sambil mengucapkan "maaf ya, dek". Tapi, mereka tak kunjung pergi. Mereka justru duduk di samping saya, satu orang di belakang saya, dan mengetukkan jari nya ke meja. Tak tahan dengan sikap mereka yang tidak sopan itu, saya pun bicara dengan nada yang agak tinggi, "Maaf ya, dek. Lainnya." Tak lupa pandangan tajam dari saya dan beberapa orang di sekitar saya yang mereka terganggu.

Muka mereka pun kesal. Satu dari antara mereka menggebrak meja, tanda kemarahan atau mungkin sekedar kesal. Lalu, mereka pun pergi meninggalkan warung makan tersebut sambil bersungut-sungut.

Sepanjang jalan, saya berpikir. Salahkah saya bersikap seperti itu kepada mereka? Saya coba merefleksikan diri lagi. Saya tidak akan melakukan hal tersebut jika saya tidak merasa terganggu. Tak hanya saya, pengunjung lain pun demikian.

Sebenarnya, menjadi suatu hal yang miris saat seorang anak yang seharusnya menghabiskan waktu dengan belajar dan bermain, justru mengemis dari satu tempat ke tempat lain. Tapi, kenapa pula harus mengemis? Akan lebih "terhormat" rasanya ketika mereka bekerja, seperti mengamen atau berjualan koran. Dewasa ini, saya mulai selektif ketika hendak memberi sedekah pada pengemis. Kenapa? Saya kecewa ketika melihat beberapa berita mengenai pengemis yang sebenarnya hidup layak. Bahkan, punya beberapa mobil. Belum lagi, saya pernah lihat beberapa pengemis ternyata punya "koordinator", berpura-pura cacat fisik supaya membuat orang merasa iba, dan menggunakan anak kecil sebagai daya tarik. Ah, miris sekali!

Jadi, sebenarnya, siapa yang harus bertanggungjawab akan semua ini? Siapa yang seharusnya mengusahakan perubahan yang lebih baik bagi anak-anak yang sepertinya terpaksa menjadi pengemis ini?

Rabu, 13 Maret 2013

Fire Wings that Make Our Day!

Siang ini, selepas kuliah, aku dan kelima teman mendatangi sebuah pusat perbelanjaan (mall) di bilangan Blok M. Kami berencana untuk makan siang disana, sembari mencoba sebuah program promo bagi kalangan mahasiswa. Kami pun pergi bersama-sama dengan menggunakan mobil dari salah seorang teman, yaitu Tesar.

Toyota Yaris hitam pun melaju membelah jalanan ibukota. Untung saja, siang itu hari tidak terlalu panas dan lalu linta tidak terlampau padat. Sehingga, tidak sampai 30 menit, kami sudah tiba di parkiran Plaza Blom M. Kami semua pun lalu turun dari mobil dan bersama menuju ke restoran cepat saji yang letaknya ada di Foodcourt.

Setelah tiba, kami pun memesan makanan sesuai keinginan kami. Ada yang menggunakan program promo tersebut, namun ada juga yang menambahkan menu lain seperti sup. Aku dan Donna memutuskan untuk makan sepiring berdua karena jujur saja, aku belum terlalu lapar. Tapi, tidak bagi Tesar, Arnold, Cenna, dan Andi yang masing-masing memesan seporsi ayam dan nasi serta minumannya.

Pilihan kami semua jatuh pada menu yang diberi nama Fire Wings. Dari namanya, sudah jelas makanan yang disajikan adalah sayap, tepatnya sayap ayam. Warna dari makanan ini hitam pekat, hampir sama seperti warna hitam dari kecap manis. 3 potong sayap dan sebungkus nasi putih menjadi menu makan siang kami saat itu. Namun, yang membedakan adalah level dari fire wings yang kami pesan.

Yap! Menu ini memiliki satu keunikan, yaitu level atau tingkat ke-pedas-an dari sayap ayamnya. Mulai dari level 1 yang disebut beginner (well, aku pikir rasanya memang tidak pedas, bahkan tidak pedas sama sekali mungkin). Lalu, lanjut ke level 2 dan 3 yang diberi nama medium dan hot. Kemudian, ada level 4 yang jelas rasanya lebih pedas dari level 3. Terakhir, ada level 5 yang merupakan tingkatan paling tinggi yang aku yakinin rasa pedas nya pasti supeeeeer dahsyat!!

Ternyata, kami berenam memiliki reaksi yang berbeda-beda selama memakan fire wings tersebut. Ada Arnold yang bercucuran keringat, namun tetap asyik menikmati sayap ayam sensasional tersebut. Lalu, Andi, satu-satu nya dari kami yang memesan fire wings level 5. Ditambah lagi, entah memang sengaja atau hanya sekedar untuk penambah rasa pedas, ia masih menambahkan saus sambal di piringnya. Jelas saja, selama makan, Andi tidak banyak bicara. Ia pun bercucuran keringat dan bibir nya langsung memerah. Lalu, datanglah Cenna yang paling terakhir memesan makanan. Baru dua gigitan pertama saja, keringat langsung mengucur dan kedua matanya berair.

Kami pun tertawa terbahak-bahak melihat reaksi yang muncul dari sayap ayam sensasional ini. Pedas nya bumbu dari fire wings ini membuat kami sejenak melupakan berbagai tugas kuliah yang masih menumpuk. Meskipun aku secara pribadi merasa kalau terbahak-bahaknya tawa kami mengundang perhatian pengunjung lain, tapi aku tidak peduli. Toh kami tidak menganggu dan ya hal ini sangat terjadi tanpa kami rencakan sebelumnya. Aku pun sampai pada satu kesimpulan bahwa dinamakan fire karena memang sensasi after taste dari memakan sayap ayam ini adalah lidah dan tenggorakan yang rasanya seperti terbakar! waw!

Jumat, 08 Februari 2013

5 Hari di Kota yang Penuh Kenangan dan Cerita

Aku sebenarnya selalu merasa sedih ketika mendengar kata "perpisahan". Walaupun aku sebenarnya tahu dan sangat memahami bahwa setiap kali ada perjumpaan, pasti akan ada perpisahan. Hal ini pun terjadi padaku kemarin. Aku harus berpisah dengan eyang, om, tante, dan kedua adik sepupu ku yang ada di Tegal. Sebuah kota di provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kacang pilus, sate kambing muda, dan logat bicara masyarakatnya yang sedikit ngapak-ngapak. 

Sejak hari Minggu (3 Februari 2013) aku, sendirian, memulai perjalanan panjang untuk menghabiskan waktu selama 5 hari di Tegal. Perjalanan aku mulai dengan memesan tiket seminggu sebelum keberangkatan. Lalu, dengan bus Transjakarta aku melaju ke Stasiun Gambir. Setelah tiba, aku pun menunggu selama sekitar satu setengah jam di stasiun yang memiliki ciri khas dinding berwarna hijau itu.

Tepat jam 11 pagi kereta Cirebon Express yang aku tumpangi pun akhirnya berangkat. Aku ada di kelas Bisnis saat itu. Selama perjalanan, aku hanya melihat ke arah luar jendela. Tersaji pemandangan kota dan juga sawah nan hijau di sepanjang perjalanan ku. Aku pun tak ingin melewatkan momen itu dan akhirnya aku abadikan dalam sebuah foto. Selain pemandangan, aku suka sekali saat melihat papan dari besi yang bertuliskan nama stasiun yang sedang dilewati oleh kereta. Sehinga, aku pun mengabadikan nama-nama daerah dan stasiun tersebut dalam pocket camera ku.

Akhirnya, aku tiba di kota dengan sejuta kenangan dan cerita ini. Aku disambut oleh adik sepupu ku yang berbadan cukup subur. Kami pun menuju ke rumah di Jalan Rambutan 6 dengan sepeda motor. Aku hanya membawa sebuah ransel hitam dan tas selempang sebagai daily pack ku. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit untuk tiba ke rumah eyang. Sesampainya disana, aku langsung mandi dan pergi bersama-sama ke Gereja untuk Ibadah Minggu.

Hari berjalan begitu cepat. Keesokan harinya, aku membuat kue bersama eyang dan tante ku. Sambil sesekali kedua adik sepupu ku ikut ambil bagian dalam proses pembuatan kue ini. Kami lakukan itu seharian penuh. 4 resep kue kering kami praktekkan dan hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Proses pembuatannya pun menyenangkan bagiku, karena sudah lama sekali aku tidak melakukannya.

Keesokan harinya, aku berkesempatan mengunjungi berbagai tempat di Tegal. Kebetulan, eyang dari kedua orangtua ku berasal dari kota ini. Namun, eyang putri dan eyang kakung dari Papa ku sudah menghadap Sang Pencipta pada tahun 2004 dan 2009. Aku pun menggunakan liburan ku ini untuk ziarah ke makam eyang dan paman ku yang sudah tiada pada tahun 2009, hanya berselang 2 bulan dari eyang kakung. Tak lupa, aku juga kunjungi makan eyang kakung dari Mama ku yang sudah pergi pada tahun 1996, saat usia ku baru 5 tahun. Jadi, ada 4 makam yang aku datangi saat itu bersama tante dan adik sepupu ku.

Tak cuma ziarah, aku pun mengunjungi berbagai daerah yang ada di Tegal. Ada peternakan bebek, daerah Mejasem, tambak milik almarhum Eyang, dan masih banyak lagi. Hari Selasa, 5 Februari 2013 aku gunakan untuk berkeliling kota dengan adik sepupu ku.

Hari ketiga, kebetulan dirumah Eyang yang adalah ibu dari Mama ku, ada pertemuan lansia yang tergabung dalam PWRI. Sehingga, ibarat memiliki sebuah hajatan, kami pun yang ada di rumah itu sejak pagi sudah menyiapkan berbagai hal. Mulai dari memasak, membereskan ruang tamu, sampai menyiapkan peralatan makan untuk para tamu.

Tak terasa sore hari pun tiba dan setelah beristirahat dengan tidur siang, aku diantar oleh tante membeli beberapa buah tangan untuk dibawa kembali ke Tangerang. Sudah pasti aku membeli beberapa makanan khas dari kota ini, dong. Mulai dari latopia, telor asin Brebes, tahu Banjaran, kripik, dan kue kering hasil karya aku dan eyang di hari Senin lalu.

Ternyata, hari itu adalah hari terakhir bagiku berada di Tegal. Esok harinya, aku harus kembali ke Tangerang pada jam 06.00. Itu artinya aku harus berangkat pagi-pagi, bukan? Ya, sedih memang. Tapi, aku memang harus kembali. Menghadapi kembali segudang aktivitas yang sudah mengantri dan berjibaku lagi dengan macetnya ibukota yang tak kunjung usai.

Sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta (Stasiun Gambir), aku pun merenung. Aku tak menyangka, lima hari berada di Tegal, aku serasa menguak berbagai kenangan dan cerita yang pernah aku ukir di kota ini. Kota kelahiran Papa yang tidak sebesar Jakarta, namun penduduknya ramah, santun, dan aku nilai cukup kohesif.

Di kota ini, saat aku masih kecil, aku habiskan liburan Natal dan tahun baru bersama saudara-saudara yang datang dari berbagai kota di Pulau Jawa. Mengunjungi eyang, bertemu kangen satu sama lain, berbagi cerita, dan bersama-sama mencicipi kuliner khas kota Tegal.

Di kota ini pula, aku mengenal beberapa kawan yang tak kusangka sampai detik ini, kami masih berkomunikasi meskipun hanya melalui akun Facebook. Oh iya, di kota Tegal pula aku sempat memiliki kisah cinta yang meskipun sebentar, tapi akan selalu ada dalam kenanganku. Seseorang yang bisa membuat ku tertawa dengan logat khas Tegal nya dan senang berbagi cerita dengan ku. Aku pun sempat mencicipi manis asam nya berhubungan jarak jauh, ya di kota ini.

Aku merasakan banyak hal saat aku disana. Aku senang karena bisa sejenak meninggalkan hiruk pikuk kota Jakarta dan merasakan suasana berbeda di kota kecil nan indah ini. Aku berterima kasih untuk semua yang telah membuat lima hari ku di Tegal terasa menyenangkan. Aku harap, tahun ini, aku punya kesempatan lagi untuk mengunjungi Tegal.

Senin, 28 Januari 2013

Yeay! Finally.. :)

Wah, udah cukup lama juga ternyata engga posting tulisan di blog kesayangan gue ini. Bukan karena gue lagi males, tapi internet di rumah lagi dalam keadaan mati suri. Itu juga terjadi karena kebodohan gue sih sebenarnya. Hehehe. Entah kenapa, gue bisa tanpa sengaja menginjak modem yang ada di lantai dan alhasil, mati total tuh internet.

Well, tapi, kalau ada niat pasti ada jalan kan?
Untungnya, kampus gue selalu terkoneksi dengan internet dengan sinyal yang lumayan ciamik. Jadilah gue memanfaatkan hal ini untuk menyegarkan pikiran sekaligus mengisi libur panjang gue dengan menulis.

Kali ini, tulisan gue akan mengusung tema "Badai Pasti Berlalu".
Pasti readers berfikir kalau ini soal ujian hidup atau kegalauan yang sering dialami anak muda seusia gue gitu kan?
Sebenarnya engga 100% salah juga sih. Tapi, yang lebih tepat adalah soal ujian mental gue menghadapi semester 5 ini.

Oke, sedikit curhat aja nih kalau di semester 5 yang gue jalani kemarin itu memang gue rasakan cukup berat. Dari jumlah SKS sih emang engga besar ya.. cuma 18 SKS coy! Tapi, mata kuliah nya itu lumayan bikin gue hectic dengan tugas paper ataupun praktikum yang ciamik! Hhehehe.

Mulai dari Metodik Tes alias mettes yang selalu gue hadapi di setiap hari Senin. Tertera di KRS sih emang cuma 3 sks, tapi mata kuliah ini bisa dijalani sampai skeitar 5 sks loh dalam sekali pertemuan. Berat? Memang iya. Tapi, jujur aja, gue merasa cukup have fun dengan materi kuliah dan suasana kelasnya. Ditambah lagi, gue dan teman-teman yang mengambil mata kuliah ini harus memakai pakaian layaknya professional muda yang berkantor di darah Thamrin atau Kuningan. Kebayang dong gimana keren nya kita semua dengan kemeja, blazer, dan rok atau celana bahan serta sepatu vantovel warna gelap yang membuat para mahasiswi terlihat lebih tinggi. Nah, untuk para mahasiswa nya juga engga kalah oke nih. Kemeja dipadu dengan dasi dan celana bahan warna gelap plus sepatu vantovel hitam. Bener-bener kayak orang kantoran gitu deh..

Lalu, di hari Selasa gue menghadapi satu mata kuliah yang dosennya adalah Ibu Dekan Fakultas Psikologi. Sekaligus dosen favorit gue yang kalau ngajar selalu bisa bikin gue mencoba untuk mengungkapkan pendapat. Psikologi Lingkungan emang mata kuliah pilihan dan gue rasa, gue engga salah kok ngambil mata kuliah ini. Kenapa? Karena, gue belajar banyak tentang lingkungan fisik di berbagai kota maupun negara. Dari yang paling deket sama kita sebagai mahasiswi sampai yang cuma bisa kita bayangin aja kayak yang ada di luar negeri. Tentunya, karena gue adalah anak Psikologi, mata kuliah ini tetep punya unsur psikologi nya dong..

Lalu, ada lagi mata kuliah lain yang namanya Pelatihan. Ini nih yang bikin gue sempet ngerasa down karena sama sekali buta dengan pembuatan modul. Gue pun mengenal berbagai istilah baru yang awalnya agak asing, seperti TNA (Training Need Analysis), Situational Analysis, dan masih banyak lagi. Tapi, seiring berjalannya waktu dan Puji Tuhan punya kelompok yang oke punya, makanya gue bisa melewati mata kuliah ini dengan baik. Modul pun bisa selesai tepat waktu, praktik pelatihan bisa berjalan dengan baik, dan nilai pun akhirnya cukup memuaskan.

Terus, setelah berjibaku dengan kelas Pelatihan selama 2 setengah jam, gue pun beralih ke kelas lain, yaitu Psikopatologi. Namanya emang psikologi banget kan? Ternyata, materi nya juga. Disini, gue dan semua yang ambil mata kuliah ini diajarin untuk lebih memahami tentang berbagai macam disorder mulai dari gejala sampai terapi yang tepat. Gak heran kalau tugas nya juga banyak kan? Tapi, overall, gue merasa seru kok dengan mata kuliah ini. Selain materi yang selalu bikin penasaran, buku literatur nya juga asyik untuk dibaca dengan bahasa yang tidak terlalu rumit. Suasana kelas dan teman satu kelompok pun membuat gue merasa lebih nyaman untuk belajar di kelas mata kuliah yang dulu namanya adalah Psikologi Abnormal ini.

Nah, jumat adalah hari paling luar biasa untuk semester 5 ini. Gue harus mengikuti kelas Konseling, sebagai lanjutan dari mata kuliah Dasar Konseling (Daskon). Kalau dulu lebih banyak teori, di kelas Konseling kali ini, yang akan gue hadapi kebanyakan adalah praktik. Ya, sekitar 75% nya lah. Gue sempet mikir kalau ini adalah hal yang mudah karena basically gue adalah orang yang suka tugas lapangan. Ternyata, engga sama sekali! Bukan hal yang mudah untuk gue bisa berempati dan menjadi orang yang mau mendengarkan cerita orang lain. Disini, gue mencoba untuk bisa memposisikan diri sebagai seorang konselor. Mulai dari praktik di sekolah sampai membawa klien ke kampus. Ya, emang harus bisa pendekatan dengan baik nih ke orang-orang. Puji Tuhan, hasilnya memuaskan.

Selesai belajar menjadi seorang konselor, gue harus berhadapan dengan angka dan teori pengukuran yang bikin darah gue di kepala rasanya menggumpal. Emang dasarnya gue engga tertarik dengan matematika dari jaman gue SD kali ya? Jadi, ngadepin kelas ini rasanya beban banget. Ditambah lagi dengan buku yang bahasa nya susah dipahami, wah! Gue jadi makin nyut-nyutan rasanya. Tapi, Tuhan emang baik! Gue bisa melewati satu semester mata kuliah Psikometri dengan cukup memuaskan. Tinggal sekarang, berjuang menghadapi mata kuliah lanjutannya aja. Hahahah.

Well.. gue udah cerita panjang kali lebar. Panjang banget bahkan! Hahaha. Gue anggap semester 5 kemarin sebagai badai yang membuat gue sebagai nahkoda dalam sebuah kapal bisa melewati nya. Ya, sebuah tantangan yang kalau bisa diselesaikan dengan baik, akan menghasilkan senyum gembira nantinya, bukan?

Ternyata... harapan gue terkabul! :D
Gue bisa melewati semester ini dengan baik dan mengakhiri nya dengan senyuman gembira. Puji Tuhan banget! :)

Terima kasih, Tuhan Yesus..
Terima kasih, Ibu, Bapak, dan adek..
Terima kasih, teman-teman semua..

nilai semester 5

Sabtu, 05 Januari 2013

Sahabat.. Persahabatan.. Aku ragu!

Sahabat. Persahabatan.

Aku ragu dengan dua hal itu. Aku ragu tentang keberadaan mereka. Aku ragu kalau mereka benar-benar dimiliki dan dirasakan oleh setiap individu yang ada di dunia ini. 

Keraguan ku mulai muncul ketika konflik datang ke persahabatan kami. Sayangnya, konflik ini hanya dialami oleh diriku saja. Tidak dengan yang lainnnya. Sehingga, tidak heran melihat mereka tetap berkumpul. Tanpa aku. 

Dilupakan? Mungkin.
Tidak dianggap lagi? Bisa jadi.

Aku mencoba mandiri. Mencoba menguatkan tekad dan mengukuhkan diri. Mencoba untuk tegar. Tak perlu diragukan lagi, semuanya adalah hal sangat sulit. Tidak mudah bagiku untuk bisa tetap melihat mereka berkumpul, menampilkan wajah ceria, dan tertawa lepas. Namun, tanpa aku.

Konflik ini sulit untuk aku jelaskan. Bahkan, aku tidak bisa secara eksplisit memberikan rangkaian kata yang tepat untuk menggambarkan konflik ini. Aku hanya merasa sudah tidak nyaman lagi dengan mereka. Namun, mereka tidak coba untuk membuatku bertahan dalam persahabatan ini. Mereka melepasku. Aku mau tetap bergabung, mereka baik-baik saja. Aku mau keluar pun, bukan jadi masalah untuk mereka. 

Lalu, hari ini. 

Aku melihat sebuah album yang baru saja di upload salah seorang temanku, hemmm.. lebih aku anggap sebagai sahabat. Ya, sahabatku mengupload sebuah album yang foto-fotonya adalah mereka! Mereka berenam, tanpa aku.

Mereka terlihat sangat ceria, sangat gembira, tampil berbeda dengan gaun selutut, dan semua foto itu mengatakan fakta yang menyakitkan, yaitu mereka gembira tanpa aku.

Ah..
Aku semakin ragu. Aku semakin sulit mencari sahabat yang benar-benar sahabat.

Akankah keraguan ini terus berlanjut?

Selasa, 01 Januari 2013

HAPPY NEW YEAR 2013

HAPPY NEW YEAR 2013..!!!

Akhirnya.. tahun 2012 berakhir dan selamat datang masyarakat dunia di tahun 2013 ini..
Seneng deh rasanya bisa melewati tahun 2012 yang penuh dengan berbagai rumor tentang akhir jaman, ramalan suku maya, badai matahari, dan sebagainya.
Tapi.. akhir jaman itu pasti akan datang bukan?
Sebagai manusia biasa yang juga beriman, lebih baik kita mempersiapkan diri sebaik mungkin jika suatu saat nanti akhir jaman itu memang akan datang..
Kita engga pernah tahu kapan akan terjadi, bukan?

Nah..
Tapi, di tulisan ini, bukan soal akhir jaman yang mau aku tuliskan..

Aku senang dan ya merasa cukup bersukacita dengan perayaan malam tahun baru di tahun ini. Kali ini, aku menghabiskan malam tahun baru bersama teman-teman pelayanan yang tergabung di KPR GKJ Tangerang. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya sih aku ngerayain tahun baru sama mereka. Tapi, tahun ini terasa berbeda dan lebih nyatu :)

Pertama, banyak wajah baru yang di tahun lalu belum bergabung dengan kami.
Kedua, perjalanan kami kali ini cukup jauh dan disertai hujan rintik-rintik juga. Lumayan juga loh perjalanan 45 menit diguyur gerimis dan naik motor.
Ketiga, makanan nya lebih buanyaak. Bahkan, ini diluar prediksi kami. Ya, as what I have learned about, expect something terlalu tinggi, bakan kecewa terlalu tinggi juga, kan?

Tahun ini..
I don't really expect something to high untuk perayaan sekaligus ucap syukur malam tahun baru di tahun ini. Dan, aku engga kecewa... :)

Oke.. segini dulu deh curahan hati tentang tahun baru ku..
Ini cerita ku, bagaimana ceritamu?