Selasa, 25 Desember 2012

Thank God for this Christmas :)

Thank God..
karena aku masih bisa merayakan Natal di tahun 2012 ini.

Thank God..
aku masih KAU berikan kesempatan untuk bertemu, bertegur sapa, dan saling mengucap salam kepada seluruh anggota keluarga, sahabat, teman, dan seluruh kerabat yang ada.

Thank God..
KAU masih berikan aku talenta untuk memuji, memuliakan, dan menyembah MU dengan suara, tarian, dan hal lainnya di Natal tahun ini.

Thank God..
masih ada kesempatan dan waktu untukku bertemu dan bercakap-cakap dengan dirinya. Seseorang yang akhir-akhir ini membuatku bisa lebih merasakan indahnya berkatMu, belajar tentang kesederhanaan, dan berusaha untuk terus berpegang pada firmanMU. Kehadirannya adalah anugerah untukku.

THANK GOD for everything YOU give to me :)

MERRY CHRISTMAS 2012 and HAPPY NEW YEAR 2013
G O D  B L E S S  Y O U 

Jumat, 21 Desember 2012

Desember.. Terakhir..

Resign menjadi keputusan paling tepat yang entah harus atau memang terpaksa Ibu lakukan di pekerjaannya saat ini. Berat memang dan berbagai pertimbangan pun sudah dilakukan. Mencoba bercerita pada Eyang sebagai suatu bentuk konsultasi, membagi pada aku sebagai anak pertama nya, dan yang pasti menceritakan pada Bapak untuk mencari keputusan yang tepat. Termasuk, membawanya dalam doa. Semua sudah dilakukan.

Percaya atau tidak, atasan Ibu di pekerjaannya saat ini adalah seseorang yang otoriter. Sangat otoriter. Bahkan, semua pegawai menilai beliau tidak memiliki hati. Well, aku memang tidak pantas untuk menyebut beliau "tidak memiliki hati". Karena, toh, aku tidak mengenalnya di keseharian ku. Selama ini, hanya mendengar lewat beberapa rekan kerja Ibu.

Situasi semakin memanas ketika OB (Office Boy) di kantor yang sudah mengabdi sejak perusahaan tersebut berdiri, dipecat secara tiba-tiba karena masalah salah paham. Kesalahpahaman yang sebenarnya akan bisa berakhir damai jika diberi kesempatan untuk menjelaskan. Namun, sayang, beliau terlalu berat untuk memberikan kesempatan tersebut kepada Mas OB. Tanpa pikir panjang, kata "kamu dipecat" pun meluncur dari bibirnya. Percaya atau tidak, semua pegawai sedih! Bahkan, beberapa dari mereka yang Muslim langsung Sholat dan berdzikir dengan tasbih. Yang lainnya berusaha menghubungi beberapa kantor untuk mencari lowongan sebagai OB.

Semua cinta kepada Mas OB ini. Orangnya ramah, penuh senyum, dan meskipun hanya sebagai OB, ia mau mengerjakan tugas nya dengan baik. Datang paling pagi, pulang paling malam. Menghidupi anak dan istri dengan gaji 800 ribu per bulan. Jelas, pemecatan ini membuat keluarga nya shock. Istri nya pun hanya bisa menangis dan meratapi hutang yang masih belum dilunasi. Ah! Benar-benar menyedihkan. Sangat menyedihkan.

Ya, sejak kejadian 3 hari yang lalu itu, suasana kantor berubah menjadi "dingin". Pegawai di kantor tersebut tidak habis pikir Ibu Bos tega melakukan itu. Aku sendiri tidak tahu pasti cerita dibalik pemecatan tersebut. Garis besar yang aku tahu, ini masalah uang Rp 190.000,-. Aku hanya bisa berdecak tidak percaya. Ini sungguh menyedihkan. Uang sejumlah seratus sembilan puluh ribu berakhir pada pekerjaan seseorang yang hanya seorang OB.

Aku pun teringat pembicaraan ku dengan salah satu kawan mengenai buruh di Indonesia. Ya, kawan ku itu merasa bahwa buruh adalah mereka yang punya kekuatan besar ketika berkumpul. Pekerjaannya berat, namun kesejahteraannya minim. Aku pun akhirnya melihat, mendengar, dan merasakan langsung hal tersebut. Ya, ini karena aku cukup mengenal mas OB selama Ibu bekerja disana. Mas OB selalu menemani ku mengobrol saat aku menunggu Ibu di kantor. Dia orang yang sangat baik. Kembali ke soal buruh, aku pun akhirnya berpikir, kapan ya kesejahteraan mereka akan meningkat? Ini bukan hanya soal uang lho! Siapa bilang, saat buruh diberikan uang, mereka akan langsung diam? Siapa tahu yang mereka butuhkan sebenarnya bukan sekedar uang. Namun, kesejahteraan yang tidak dapat diukur dengan uang.

Kesejahteraan itulah yang tidak Ibu ku dapatkan di kantornya selama bekerja. Keputusan untuk resign sepertinya adalah yang terbaik. Ibu selama ini bertahan demi keluarga. Membantu Bapak yang bekerja sebagai pengemudi taksi dengan penghasilan yang tidak pasti. Setidaknya, gaji Ibu mampu menutupi biaya dapur dan uang saku ku dan adik. Risiko nya saat Ibu resign adalah ibu tidak akan memiliki gaji lagi. Kami sekeluarga, sebagai manusia biasa pasti khawatir. Tapi, aku, adik, dan Bapak tidak tega melihat Ibu bekerja dengan tekanan seperti ini.

Ya... Desember 2012 ini mungkin bulan terakhir bagi Ibu untuk menjalani pekerjaannya. Segala pertimbangan yang sudah Ibu pikirkan semoga tetap menguatkan tekadnya untuk resign. Tuhan pasti akan berikan jalan. Amien.

Rabu, 19 Desember 2012

Lelah yang Sudah Terlalu Lelah!

Natal hampir tiba. 
Semua orang sibuk mempersiapkan ini dan itu. Merencakan liburan keluarga, mengunjungi kampung halaman, atau sekedar berkumpul di rumah sambil menikmati makanan favorit. Tak lupa, pohon Natal pun dipasang. Hias sana, hias sini. Pasang pita, pasang aksesoris, dan supaya lebih indah, pasang lampu kelap-kelip yang mengelilingi pohon. Wah! Cantik! Sangat cantik pohon Natal ini. Ketika malam hari, aku yakin lampunya akan menyinari seluruh ruangan. Memberikan kehangatan dan kedamaian di hari kelahiran Tuhan Yesus ribuan tahun yang lalu.

Tapi... semua itu hanya mimpi bagiku. 
Aku bahkan merasa tidak ada greget sama sekali untuk mempersiapkan diri menghadapi Natal. Tidak ada pohon Natal, tidak ada hiasan lampu yang gemerlap, dan tidak ada liburan bersama keluarga,
Aku jalani hari demi hari di bulan Desember ini dengan biasa aja.

Aku rindu kehangatan keluarga yang sudah lama tidak aku rasakan. Bahkan, ketika Bapak ada di rumah, aku merasa seperti orang asing saat berbicara dengan Bapak. Sudah tidak lagi kurasakan kehangatan kasih seorang Bapak terhadap anaknya. Bahkan, kini Bapak lebih terlihat kurus, ringkih, dan lelah. Ya, lelah memikirkan akan makan apa besok keluarga ini? Harus bagaimana lagi mencari uang untuk menutupi hutang keluarga ini yang jumlahnya luar biasa besar? 

Bapak ku bekerja sebagai seorang pengemudi taksi. Hal itu terpaksa dilakukan agar keluarga ini tetap hidup. Setiap harinya Bapak bangun jam 4 pagi, bekerja dari subuh hingga jam 1 pagi. Lalu, tidur hanya 2 - 3 jam, kemudian bangun dan bekerja lagi. Oh iya, Bapak hanya pulang di hari Minggu pagi dan kembali lagi ke pool taksi pada Senin subuh.

Aku pun rindu sosok Ibu yang biasa nya menyambut aku dengan hangat ketika aku pulang dari kuliah. Menyambut ku dengan senyumnya dan masakan lezat untuk makan siang. Kini, ketika aku sampai rumah, aku seorang diri. Ibu pun harus berjuang keras demi membantu Bapak menghidupi keluarga ini. Bekerja tanpa kenal waktu, pagi hingga malam. Tak peduli bos yang angkuh dan otoriter, semua Ibu jalani demi keluarga ini. Gaji yang hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari pun sebenarnya bagiku tidak layak. Ibu sudah terlalu lelah bekerja!!

Aku kangen, aku rindu Bapak dan Ibu!!
Aku rindu dengan kehangatan keluarga. Aku rindu menghabiskan liburan bersama Bapak, Ibu, dan Adik. Ya, semua itu hilang karena memikirkan hutang keluarga pada suatu bank. Semua salah perhitungan. Niat awal meminjam uang di bank adalah untuk usaha. Ternyata, usaha yang Bapak lakukan berjalan tersendat dan akhirnya kacau. Hutang tetaplah hutang dan harus dibayar bukan? Tapi, life must go on. Keluarga ini harus makan setiap hari nya. Aku dan adik harus kuliah, sampai kami sarjana. 

Di hari menjelang Natal ini, aku sebenarnya rindu sekali utnuk bisa merayakannya bersama keluarga ku. Aku rindu masa-masa menghias Pohon Natal bersama. Sekarang..... jangankan menghias, Pohon Natal nya pun sekarang sudah tidak kokoh lagi berdiri. Usia yang sudah tua membuat pohon plastik ini rusak dimakan waktu. Kemudian, kondisi rumah yang juga ruang geraknya semakin terbatas membuat pohon Natal sepertinya hanya akan mempersempit rumah ini. Dan, jika harus membeli yang baru, darimana uang nya? Memikirkan dapur ngebul saja sudah membuat kepala mau pecah!

Liburan bersama keluarga ku kini adalah hal yang mustahil. Aku bahkan merasa untuk pergi makan malam di angkringan yang ada di pinggir jalan pun sudah tidak mungkin lagi. Bapak lebih memilih untuk tidur sepanjang hari ketika berada di rumah, karena ham tidur yang memang sangat kurang saat bekerja. Uang nya pun terbatas *sigh*.

Aku harus menahan diri untuk tidak merasa sedih, iri, dan kecewa saat teman-teman bercerita tentang liburan mereka. Liburan yang akan dihabiskan bersama keluarga. Ada yang ke Bali, ke kampung halaman, atau ke luar negeri. Semua gembira menyambut liburan ini. Kecuali aku.

Mungkin dengan apa yang aku tulis ini, Anda berpikir kalau aku bukanlah manusia yang bisa bersyukur. Tapi, coba lah Anda ada di posisi saya sekarang ini. Menghadapi kenyataan bahwa kehangatan keluarga mulai hilang. Namun, untuk menutupi kenyataan yang ada, aku selalu bercerita kalau aku dan keluarga ku sering menghabiskan waktu bersama. SEMUA BOHONG!! Semua aku lakukan karena aku tidak ingin ada yang mengetahui kondisi keluarga ku yang sebenarnya. 

Konselor yang aku datangi pernah mengatakan, "berdamailah dengan dirimu sendiri". Aku sudah coba. Bersyukur pun sudah aku lakukan. Hanya saja, aku merasa tidak mampu lagi bertahan. Aku lelah. Aku terlalu lelah menghadapi semuanya.

Selasa, 11 Desember 2012

Menulis sebagai Pilihan Karir, Kenapa Tidak?

Dilema.
Sebuah kata sederhana namun sarat makna.

Saya pun berefleksi dalam tulisan ini mengenai dilema yang saya alami.

Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, saya pun menghadapi semakin banyak problematika kehidupan (saya yakin, Anda pun demikian). Mulai dari sesuatu yang sederhana sampai yang rumit. Mengalahkan kerumitan algoritma, statistik, atau bahkan psikometri. Maaf, hiperbola.

Saat ini, saya pun mengalami sebuah dilema yang membuat saya mencoba untuk berpikir lebih jauh dan realistis. Karir. Itulah dilema yang saya hadapi saat ini. Saya mengalami dilema dalam menentukan masa depan saya, menentukan karir saya setelah menjadi sarjana.

Well, sebenarnya saya kurang berminat untuk menjalani pekerjaan yang lama bekerja nya adalah dari jam 8 pagi ke jam 5 sore. Sebutan akrabnya (jika tidak salah) eight-to-five. Saya senang kebebasan. Saya ingin bekerja di tempat yang fleksibel dan yang memang benar-benar saya sukai. Saya tidak terlalu memiliki passion untuk bekerja di belakang meja dan menghadapi layar komputer setiap hari. Saya senang bereksplorasi, senang jalan-jalan.

Akhir-akhir ini, saya pun mulai berpikir. Saya rasa, saya harus mulai memebuat rencana yang matang untuk masa depan saya. Menentukan karir apa yang ingin saya kejar dan ya, saya pun terpikirkan sebuah kata.

Menulis.
Saya senang menulis. Saya senang mengekspresikan sesuatu lewat tulisan. Saya senang ketika tulisan saya dibaca dan diberi komentar, kritik, atau pujian. Ya, saya mulai menyenangi dunia tulis menulis sejak saya mulai menyadari bahwa sepertinya saya memiliki bakat disana.

Saya pun coba memberanikan diri untuk membuat sebuah statement yang saya ucapkan pada diri saya sendiri, "menulis untuk karir masa depan". Saya ingin berkarir sebagai seorang penulis. Saya pun menyadari, saya masih newbie, masih harus banyak belajar, dan masih perlu banyak jam terbang.

Sampai detik ini, sampai saya menulis postingan ini, menulis masih menjadi pilihan karir saya setelah lulus S.Psi (Sarjana Psikologi). Ya , menjadi penulis. Menjadi penulis yang menulis dengan hati.

Selasa, 04 Desember 2012

Wish you be mine, E!

I can't believe it! When I write this, I listen to Depapepe - Kitto Mata Itsuka, yang artinya, sampai bertemu lagi.

Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan gue saat ini. Sampai bertemu lagi, E! meskipun hanya dalam mimpi.

I know it's sounds ridiculous. But, I'm happy to meet him, talk to him, and he give me his best smile that I've ever seen.. EVEN IT'S JUST IN MY DREAM!

Ya.. 2 hari yang lalu, gue mimpi ketemu E. Dalam mimpi itu, kita saling bercanda, tertawa, dan E berkenalan secara langsung dengan keluarga gue! Can you imagine, how happy I am?

I wish it's not juts a dream :"( But, it's just a dream.. So damn pathetic!

Gue pun mendeklarasikan kegagalan untuk MOVE ON! There's no more such MOVE ON! Gue udah menyerah.. Gue terlalu sayang sama E.. Semua dari dirinya adalah sempurna untuk gue.

Gue tahu, paham, dan mengerti kalau gue sama E engga akan pernah bisa bersatu. Ada tembok tinggi yang memisahkan gue dan dia. Suku. Gue dan E beda suku. Terus, apa masalahnya dengan beda suku? Aneh kan?

Gue memang awalnya merasa perbedaan suku itu harusnya engga jadi masalah. Toh, gue dan E seiman. Itu salah satu syarat E untuk mencari pacar. Seiman dan Sesuku.

Gue tahu kalau dia adalah anak laki-laki satu-satunya. So, marga Aritonang hanya akan turun dari E.. Pertanyaan gue selanjutnya yang muncul di benak gue adalah : kenapa harus dengan perempuan suku Batak juga? Toh, E menikah dengan perempuan dari suku manapun, marga Aritonang akan tetap diwariskan ke anak-anaknya. Termasuk dengan perempuan keturunan Jawa (baca : gue).

Gue belum mendapatkan jawabannya. Mungkin hanya Tuhan, E, dan keluarga nya yang tahu.

Sepertinya, engga cuma benteng itu saja yang menghalangi gue dan E bersatu. Tapi, dia engga bisa membalas rasa sayang gue. Gue sadar, cinta dan sayang itu engga bisa dipaksa. Berarti, gue engga bisa memaksakan E untuk bisa mencintai dan menyayangi gue, sama seperti apa yang gue rasain ke dia. For short, cinta gue bertepuk sebelah tangan.

Sadar akan cinta yang bertepuk sebelah tangan, harusnya sih gue move on kan ya? Bahkan, gue pun tahu dari beberapa teman dekatnya, kalau dia suka (ya bisa dibilang naksir) sama cewek yang seangkatan sama gue.. Tapi, ada juga yang bilang, cewek yang dia suka itu satu angkatan dengan E dan di fakultas yang sama juga. Herannya, gue kenal baik sama dua cewek ini. So, harus nya gue semakin punya alasan kuat untuk move on, kan?? Jawabannya adalah : sudah gue (coba) lakukan. Tapi... I love him too much! Gue engga bisa move on!

Sampai kapan gue harus terus begini? Sampai kapan penantian gue akan berakhir.. Kalau ditanya apa yang gue mau saat ini, jawabannya cuma satu. Wish you be mine, E! 

Senin, 26 November 2012

[REFLEKSI DIRI] Imajinasi Perayaan Natal

Aku berfikir, maka aku ada.
Cogito Ergo Sum.

Aku ada disini, tapi aku seperti menghilang ditengah keramaian.
Entah memang tidak ada yang menyadari kehadiranku atau justru aku yang sengaja menarik diri, menjauhi keramaian tersebut?

Tidak tahu!

Aku memang ingin sendirian. Aku ingin menyendiri, merefleksikan berbagai hal yang telah terjadi pada hidupku selama 21 tahun ini. Ya, sekaligus refleksi akhir tahun. Bukan hal yang biasa aku lakukan memang, hanya saja aku senang berefleksi.

Tak terasa aku dan seluruh penghuni planet bumi di belahan negara manapun, sudah berada di akhir tahun. November hampir habis. Selamat datang untuk Desember kemudian. Lalu, tak terasa, Desember pun akan berakhir. So, then, welcome 2013!! yey!

Refleksi ku saat ini hanya satu. Aku rindu keluarga ku. Aku rindu merayakan Natal, Tahun Baru, serta ulang tahun pernikahan Ibu dan Bapak yang semuanya terjadi bulan Desember.

Aku rindu masa lalu yang begitu indah saat bisa sama-sama menghias pohon Natal. Melihat terangnya lampu berwarna-warni ketika malam hari. Menyanyikan "O Holy Night" dengan seluruh jemaat di Gereja sambil menyalakan lilin. Aku rindu melakukan itu semua bersama Ibu, Bapak, dan Adik ku.

Situasi saat ini, situasi di 2012 ini adalah hal yang sangat aku benci. Aku sudah lelah menangis, berlari, protes pada Tuhan Yesus, dan acuh tak acuh. Toh tetap saja, dalam hati aku merindukan semua kebersamaan itu.

Aku ingin seperti dulu. Titik.

Akankah tahun ini, tahun 2012 ini, mimpiku tercapai? Merayakan bersama keluarga kecil ku, dan mungkin bisa juga bersama keluarga besar?

Sabtu, 24 November 2012

Call Me a Pathetic Leader

Kenapa susah sekali rasanya untuk marah tidak dalam diam?
Selama ini aku hanya bisa marah dalam diam. Bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun, tapi di dalam hati, aku merasa sangat marah.

Call me a pathetic leader! or anything..

Aku tahu, menjalani pelayanan tidak boleh lelah. Karena, kita bekerja bekerja di ladang Tuhan. Tidak ada gaji per bulan ataupun bonus akhir tahun. Tapi, pekerjaan ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih dari itu. Uang pun tak mampu mengukur.

Tapi...
Aku hanyalah manusia biasa..
Aku juga punya kesabaran yang terbatas.
Aku punya perasaan yang bisa terluka saat ada yang melukainya.
Aku bisa marah saat ada yang membuatku marah dan kecewa.

Namun.. aku hanya ungkapkan semua itu lewat tangisan.
Aku bahkan hanya bisa menuliskannya di blog.
Aku menekan semua kekecewaan, kemarahan, dan kesedihan ku.
Aku seperti sebuah bom waktu yang suatu saat nanti, entah kapan pun itu, pasti akan meledak.

Aku menjalani pelayananku sebagai koordinator umur atau ketua di sebuah komisi.
Dan, aku tidak pernah merasa se-menderita-ini.
Aku capek!
Lelah!
Marah!

Semua pergi.
Satu per satu mundur.
HILANG!!!
Mulai dari yang merasa sakit hati pada satu pihak, sampai yang merasa semua yang ada di dalamnya adalah orang-orang munafik!

Aku engga pantas menjalani pelayanan ini. Akan lebih baik kalau aku bekerja "di balik layar".
Sudah berulang kali aku berfikir untuk mundur.
Meskipun, belum satu tahun aku jalani ini.

Semakin lama, tekadku semakin bulat. Semakin merasa yakin bahwa lebih baik aku mundur.
Aku bukan "yang terpilih".
Aku sudah gagal. Buat apa lagi aku terus dipertahankan dengan status "Koordinator Umum" atau "Ketua"?

Kamis, 15 November 2012

And I decide to MOVE ON!

Hanya seorang mahasiswa biasa. Datang ke kampus, kuliah, kongkow sama teman-teman, dan ketika sudah tidak ada yang perlu dilakukan lagi ia akan kembali ke rumahnya.

Sosoknya memang biasa. Sangat biasa. Bahkan, saking biasa nya, teman-teman ku sampai bingung kenapa aku bisa menaruh kekaguman yang begitu dalam pada dirinya.

Sehari-hari hanya menggunakan kaos (bahkan aku sampai hapal hampir semua kaos yang ia pakai ke kampus), celana jeans, sendal (entah jepit atau yang lain), dan tas ransel berwarna coklat. Tak perlu aku sebut namanya disini. Cukup inisialnya saja. E. Kita sebut dia "E".

Tak terasa 2 tahun sudah aku menjadi pengagum nya (oke, tanpa kata "rahasia" setelah kata "pengagum). Tersenyum ketika melihatnya berjalan di Hall C, bersikap pura-pura tak peduli saat satu kelas dengan nya, dan seringkali curi-curi pandang ketika jarak ku berdiri tak jauh darinya. Ah, semua itu sudah aku lakukan selama kira-kira 2 tahun ini.

Namun, kini, hari ini, detik ini, aku berusaha memantapkan hati untuk MOVE ON! Yeah! 2 kata yang terdengar mudah saat diucapkan, tapi, completely hard to make a deal with it!

Bagiku, 2 tahun sudah cukup. 2 tahun memendam perasaan, 2 tahun pula berharap. Eh, tapi, selama 2 tahun itu, aku tidak diam saja. Aku memperjuangkan cintaku untuk E. Aku meminta nomor handphone nya dari salah satu teman E. Aku beranikan diri mengirim sms ketika hari itu dia tidak masuk kelas. Kebetulan, kami sekelas saat aku di semester 2 dan dia semester 4. Dan, pertama kalinya pula aku menerima sms balasan dari dirinya! Perasaan ku campur aduk. Senang, gugup, bahagia, dan semuanya jadi satu.

Selain itu, masih ada banyak usaha lain yang sudah aku lakukan. Sambil terus berharap (sampai berkhayal, mungkin) agar suatu hari aku dan E akan memiliki perasaan yang sama dan akhirnya jadian.

Tapi, takdir berkata lain. Aku tetap menuggu sampai 2 tahun ini. Bahkan, kehadiran sosok laki-laki lain berinisial Y yang hadir dalam hidupku di pertengahan 2011, tak mampu menghapus E dari memoriku. Sakit hati dan kekecewaan yang aku rasakan pada Y membuatku harus Move On. Dan, ya, aku berhasil move on! Perasaan ku kembali pada sosok E.

Setelah 2 tahun dalam penantian, namun tak kunjung melihat titik cerah, aku merenung. Aku sudah terlalu jatuh hati pada E. Membuatku hanya terpenjara dalam ketidakpastian. Aku benci ketidakpastian dan menunggu.

Renunganku akhirnya sampai pada satu keputusan. MOVE ON. Ya, aku harus move on! Aku harus bisa dan aku yakin bisa. Setelah sebelumnya bisa move on dari Y, aku yakin, aku bisa move on dari E.

Aku hanya tidak ingin terus menerus menanti dan menunggu, tanpa kepastian. Aku lelah untuk terus begini. Toh kalau aku dan E memang berjodoh, cepat atau lambat kami akan bertemu dan mengikrarkan janji sehidup semati.

Senin, 12 November 2012

I Got the Scholarship!

Whooops!
Lama rasanya aku tak menuangkan ocehan serta pemikiran abstrak di blog kesayangan ku ini.
And I miss you so much, my blog! :D

Well..
Hari ini gue mendapatkan kabar yang super menggembirakan!
---- Gue Dapet Beasiswa -----
That's the news :)
Penantian selama kurang lebih 2 bulan, akhirnya kabar gembira itu datang juga. Hari ini. Tepat pukul 15.00 WIB. Disaat gue lagi dalam keadaan super bosan karena latihan skoring Pauli. Yeah, Pauli.

But, people.. I got this scholarship not because I have a good track record on my academic.
It's because, I'm the one who considered as a student who really need this scholarship.

Silahkan buat sendiri definisi really need yang gue tulis diatas. Ya, simply said, beasiswa bagi mereka yang mengalami masalah dalam finansial.

Gengsi?
Engga lah!
Gue masih mau nerusin kuliah minimal sampe gue sarjana S1, gelar gue akan S.Psi nantinya (amieeen).
Udah gak masa nya lagi buat gue untuk gengsi karena apply beasiswa untuk mereka yang membutuhkan.
Buat apa gue gengsi kalo justru dengan ke-gengsi-an gue itu, kuliah gue malah kehambat karena masalah biaya. Terus, yang ada gue ketinggalan sama temen-temen seangkatan yang udah sarjana duluan. Kasihan juga ibu-bapak gue, karena gue php-in dengan kelulusan gue itu. Hehehe. Jadi, saat ada info beasiswa ini, tanpa pikir panjang gue langsung apply. Apalagi slot yang dibuka cuma 3 orang. Wow!

Oh iya, sampe lupa. Gue belom cerita ya beasiswa ini dari siapa?
Well, sejauh informasi yang gue dapatkan, beasiswa ini datangnya dari Korean Bank. Info lengkapnya gue emang belum tau sih. Soon, maybe, gue akan coba cari informasi mengenai Korean Bank ini.

Segitu aja yang mau gue curhatin malam ini.
Secara akademis, gue bukan orang yang superior, tapi gue mau untuk terus berusaha, mengejar gelar sarjana gue. Gue harap dengan beasiswa ini, gue semakin termotivasi. Good Night! :D

Senin, 15 Oktober 2012

A Kind of Stranger Feeling

Semester 5 menjadi sebuah semester yang cukup, bahkan sangat berat buat saya.
Saya merasa kehilangan passion dalam menjalani semester ini. Seringkali saya cenderung flight ketika rasa malas menyerang keinginan untuk saya belajar.

Ya, saya jenuh.

Saya jenuh dengan semua rutinitas yang melelahkan. Saya bosan untuk menjalani aktivitas harian dengan pergi ke kampus di pagi hari dan kembali ke rumah pada malam harinya. Saya jenuh untuk terus mengerjakan paper, baik itu kelompok ataupun individu. Saya jenuh, bosan, malas dengan semua rutinitas ini. Pertanyaan saya saat ini cuma satu : mampukah saya melewati semuanya dengan hasil akhir yang baik nantinya?

Saya pun coba untuk merefleksikan diri. Entah kenapa hasil refleksi justru "menggantung". Di satu sisi, saya ingin bisa menunjukkan prestasi akademis yang baik dengan mendapat IPK diatas 3.5, lulus 4 tahun menjadi S.Psi, mendapatkan beasiswa Pascasarjana di luar negeri (anyway, US is my dream please), dan memiliki gelar yang cukup panjang di balik nama saya. Lalu, dilema itu muncul karena saya berada di antara satu sisi lainnya.

Sisi lain tersebut adalah saya ingin menjadi seseorang yang bisa menjalani kehidupan secara "normal". Satu aspek yang membuat saya merasa hidup bisa dijalani dengan "normal" adalah ketika memiliki pasangan. Honestly, I do really want to have a boyfriend. And my age is now turn to 21, my parents often ask me about "where's you bf?", "when will you show him to us?". 

But, since my nephew got married about a few months ago, my big family almost always asking me the same question. BOYFRIEND. I don't know how to say it to them that looking a boyfriend is not a really easy thing to do. Instead of that, I guess it's easier to do statistic or math. I feel like they don't really know my feeling when I got that question. And the hardest part is to answer it. 

Nah! So, the point is : Saya sangat ingin menunjukkan prestasi gemilang di akademis demi nama baik keluarga (I mean my parents and my 'lil brother), TAPI, saya juga ingin fokus untuk mencari pasangan. Pasangan hidup lebih tepatnya.

Saya bukan seorang perempuan yang baik dalam multitasking. I know it's sounds weird, but this is the fact. Saya harus menjalani suatu hal secara fokus dan ketika mendekati garis akhir, barulah saya bisa memulai pekerjaan lainnya. Jadi, saya merasa harus memilih satu diantara dua pilihan itu untuk dijalani terlebih dahulu.

Kembali satu pertanyaan muncul lagi : Apakah saya normal untuk mengalami masa ini?

Rabu, 10 Oktober 2012

PELATIHAN... Y U SO MAKE ME CONFUSE? :""(

PELATIHAN.....

entah apa yang membuat gue merasa kurang bisa mengerjakan tugas di mata kuliah ini.. Tugas nya CUMA SATU!

YA.. CUMA SATU..

TAPI.. sulitnya engga cukup dirasain satu jam, satu hari, atau satu minggu.. SUSAH NYA AMPYUUUN! :""""""""(

Oke.. gue sampe lupa ngejelasin apa tugasnya, ya?

bikin modul pelatihan

nah itu, tugasnya.. simple kan? "....keliatannya.."

karena, susahnya bukan main.. gue sempet sampe di level engga peduli sama sekali.. kelompok gue pun lelah.. karena, kami beneran engga paham.. sedih ya?

perasaan nih.. gue dan kelompok gue udah coba untuk mengikuti cara, petunjuk, serta prosedur yang benar tentang berbagai tahap dalam membuat modul. tapi.. kenapa? WHY GOD WHY??????

kita tetep STUCK!

Nah, sekarang udah mau uts..
Tugasnya mengumpulkan modul..

Harapan gue engga muluk-muluk deh seriusan..
Gue cuma pengen lulus semua mata kuliah di semester ini..

Karena.. gue sempet berpikir bahwa gue akan engga lulus.. (AMIT-AMIT!!!!!!!)

Nah, sekarang, gue coba bangkit.. coba bangkit.. hemmmm!

Rabu, 03 Oktober 2012

52 tahun Mengarungi Samudera Kehidupan

3 Oktober 2012

Pagi ini, saat aku membuka mata, yang pertama terlintas di pikiran adalah "Hari ini bokap ulang tahun!"
Aku pun beranjak dari tempat tidur dan membangunkan Ibu serta adik yang masih terlelap. Dengan penuh semangat aku mengatakan pada mereka "Ayoooo telpon Bapak! kan hari ini Bapak ultah!!!"

Mereka pun bangun dan kami bertiga sama-sama menuju pesawat telepon. Ibu angkat gagang telepon dan menekan nomor handphone Bapak.

"Halo" kata suara di seberang, yaitu Bapak.

"Pak.. selamat ulang tahun yaaa.." kata Ibu ku dengan setengah berteriak. Penuh semangat dan kegembiraan.

Aku dan adikku yang ada di belakang Ibu ikut berteriak untuk mengucapkan "Selamat ulang tahun, Paaaaak!". Lalu, Ibu memberi kesempatan kepada kami berdua untuk berbicara langsung pada Bapak. Senang rasanya mendengar suara Bapak di telepon dan bisa memberikan ucapan selamat atas bertambahnya usia Bapak.

---------------------------------------------------------------------------------------------

sumber gambar : www.flickr.com
Ya.. Hari ini Bapak berulang tahun yang ke-52.
52 tahun mengarungi samudera kehidupan yang penuh lika-liku. Ada sukacita yang membuat Bapak merasa beliau adalah ayah sekaligus suami paling bahagia di dunia ini. Namun, tak jarang, badai menghampiri Bapak. Membuat Bapak harus berusaha tetap survive untuk melewatinya. Melewati badai agar nantinya kembali bisa melihat cerahnya kehidupan. Karena, beliau percaya bahwa badai pasti berlalu.

Bapak adalah sosok yang keras, tapi juga humoris. Seringkali, ketika ada di rumah, Bapak bercanda dengan kami semua (Ibu, aku, dan adik). Tak jarang, kami habiskan waktu dengan mengobrol sambil menikmati secangkir teh manis hangat di meja makan. Namun, ya, Bapak orang yang cukup keras. Ketika beliau mengatakan "A", maka haruslah "A". Mengajarkan kami (aku dan adik)untuk tetap teguh memegang prinsip dan bertanggung jawab terhadap pilihan yang kami pilih.

Pekerjaan Bapak saat ini menuntutnya hanya bisa pulang di hari Minggu saja. Kemudian, di Senin pagi harus bekerja lagi, meninggalkan rumah selama 6 hari. Namun, lewat pekerjaan yang dijalani Bapak saat ini, beliau mengajarkan aku untuk terus berusaha keras. Serius dalam menjalani kuliah agar bisa lulus menjadi sarjana tepat waktu dan mengejar karir. Bapak juga mengajarkan pada aku dan adik mengenai kesederhanaan dan tidak memboroskan uang untuk sesuatu yang hanya menjadi keinginan bukan keperluan.

52 tahun sudah Bapak merasakan manis dan pahit kehidupan. Selama itu pula, Bapak terus belajar. Belajar untuk semakin memperbaiki dan mendewasakan diri. Bapak pun terus berusaha sampai detik ini untuk menjalankan tugas tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan suami bagi keluarga ini.

sumber : www.google.com
Terima kasih, Tuhan Yesus untuk satu tahun lagi usia yang Kau tambahkan untuk Bapak.Terima kasih karena Kau terus pimpin, lindungi, dan berkati Bapak. Terima kasih karena Kau berikan sosok yang begitu keras, namun humoris dalam keluarga ini. 
Bapak.. selamat ulang tahun. Semoga panjang umur, sehat selalu, dan semakin sukses. Bukan hadiah mahal yang bisa aku berikan. Hanya lewat doa dan tulisan ini semua harapan untuk Bapak aku ucapkan. Terima kasih untuk kasih sayang, nasihat, dan pelajaran kehidupan yang Bapak ajarkan untukku. Aku, Ibu, dan Adik sangaaaaaaat menyangi Bapak :)


Senin, 01 Oktober 2012

I'm so Sorry, my Brother :"(

Maafin kakak ya dek tadi udah bentak dedek di telpon. Maafin karena udah buat dedek marah. Maafin karena udah ngomong gak sopan di telpon.

Jadi, begini ceritanya.
Tadi siang selesai kelas Mettes, gue beranjak ke Foodcourt Plaza Semanggi untuk ngerjain tugas kelompok Pelatihan. 

Singkat cerita, gue pun merasa haus dan akhirnya pergi ke Giant untuk beli sebotol gede (baca : 1,5 liter) air mineral. Karena, gak akan cukup kalo hanya botol sedang yang 600 ml itu. Di perjalanan gue kembali ke Fodcourt, hape gue bergeter.

HOME calling..

Gue angkat dan ada suara adek gue diseberang telepon sana. Gue pikir, dia bakal nanya "mau pulang jam berapa?" , "bareng ibu apa engga?", atau apalah gitu. Eh, gak tau nya dia nanyain charger laptop ada dimana. Jujur aja, gue lupa banget naroh dimana. Karena, yang gue inget, semalem udah gue beresin dan jujur gue lupa taroh tuh charger dimana. 

Nah, karena setiap gue sebutin sudut tempat adek gue bilang gak ada, gue emosi. Emosi tingkat dewa yang akhirnya bikin gue menaikkan nada bicara gue. "Yaudahlah dicari sendiri kenapa sih? Gue juga masih ngerjain tugas ini."

TUT.. TUT.. TUT..

Suara telpon keputus. 

Adek gue engga komentar apa-apa dan hanya mematikan sambungan telepon begitu saja. Gue pun kesel. Tapi, gak sampe 5 menit, gue justru merasa menyesal. Menyesal karena udah bentak adek gue dengan seenaknya. 

Yah.. akhirnya, gue minta maaf sama adek gue. Gue coba basa-basi dulu via twitter. Dan, DIBALES! Gue seneng banget. Meskipun, pas sampe rumah, dia masih keliatan marah sama gue.

Sekali lagi, maafin kakak ya dek..


Senin, 24 September 2012

FOLLOW

Dipercaya jadi tuan rumah Ibadah Raya itu ternyata susah-susah-gampang. Kenapa? Ya, karena memang banyak hal yang harus dipersiapkan, koordinasi mesti lancar dan jangan sampai ada salah paham, dan terus mempertahankan semangat sampai hari H.

Well, di bulan September 2012 ini, gereja tempat gue bernaung, GKJ Tangerang dipercaya jadi tuan rumah penyelenggara Ibadah Raya Pemuda - Remaja GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat. Tepatnya, di tanggal 22 September 2012 kemarin, kegiatan bisa terlaksana dengan BAIK! :) (yey)

By the way, gue mau jelasin dulu nih soal apa sih Ibadah Raya itu? Terus, GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat itu apaan? Nah.. begini penjelasannya. Gereja Kristen Jawa (GKJ) yang tersebar di seluruh pulau jawa terbagi menjadi beberapa klasis, ya semacam bagian gitu mungkin. Nah, di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat GKJ terbagi menjadi 2 klasis, yaitu Timur dan Barat.

Mereka yang ada klasis Timur adalah GKJ Jakarta, GKJ Tanjung Priok, GKJ Pangkalan Jati, GKJ Bekasi, GKJ Pondok gede, GKJ Gandaria, GKJ Bogor, dan GKJ Bekasi Timur.

Nah, mereka yang ada di klasis Barat adalah GKJ Eben Haezer, GKJ Nehemia, GKJ Depok, GKJ Grogol, GKJ Tangerang, GKJ Yeremia, GKJ Pamulang, GKJ Kanaan, dan GKJ Joglo. Oh iya, yang dicetak tebal (bold), adalah gereja tempat gue bernaung, beribadah, dan bertumbuh :)

Well.. kegiatan klasis macem-macem pastinya. Salah satunya adalah Ibadah Raya Pemuda Remaja. Ibadah Raya yang diadakan secara berkala setiap tahun dan memiliki tuan rumah yang berbeda-beda pula. Biasanya sih dibuatnya per Klasis, tapi gak jarang juga Timur dan Barat bikin Ibadah Raya bareng.

Oke.. tahun ini, gereja gue jadi salah satu tuan rumahnya. Bikin Ibadah Raya yang menunjukkan identitas dari Pemuda dan Remaja GKJ Tangerang. Gue pun dipercaya menjadi koordinator atau ketua panitia untuk kegiatan ini dengan wktu persiapan kira-kira 2 bulan.

Tema yang dipilih adalah FOLLOW. Awalnya sih kepikiran dari Twitter. Waktu lagi ngumpul-ngumpul buat nentuin konsep acara Ibadah Raya, ada salah seorang temen yang iseng aja nyebut kata FOLLOW. So, akhirnya, kita putuskan tema nya FOLLOW.

FOLLOW disini berarti mengikut Tuhan Yesus (ya iyalah, siapa lagi? :p) bukan mengikut yang lain. Menjadikan Tuhan Yesus sebagai teladan dan berjanji kalau kita akan senantiasa selalu mengikuti DIA.

Nah, Puji Tuhan banget.... kegiatan boleh berjalan dengan baik. Gue sangat berterima kasih untuk semua teman-teman yang udah bantu.. :) kalian semua rock n roll!!! :D


Jumat, 21 September 2012

Tidak Sengaja Bertemu di Lantai 6

Keinginan kuat gue untuk move on emang banyak banget cobaannya.
Mulai dari ke-kepo-an gue yang selalu mau tahu update-an dari si E di Facebook-nya, padahal dia juga engga update apapun. Terus, setiap kali parkir motor, gue sering banget tengok kanan-kiri, berharap banget bisa ketemu dia.

Ah!

Ternyata sulit banget buat move on. Lelaki-Berinisial-E itu padahal ngejalanin rutinitas di kampus nya secara "normal", tapi gue suka uring-uringan sendiri kalo engga ketemu dia. Selalu ngebatin, "kok dia engga ada ya di kampus?" atau engga "gue bakalan ketemu dia gak ya nanti?". Tapi, kalo udah ketemu, yang ada gue cuma bisa melengos, pura-pura gak tau, belaga bego.

Sama kayak yang terjadi hari ini, tepatnya pagi ini. Gue nyampe kampus di jam 08.30 langsung ke Gedung C lantai 6 karena jam 11 gue ada praktek di Labortarium Monitoring yang letaknya di lantai itu. So, gue sama ketiga orang temen nunggu aja disitu. Gak lama kemudian, saat gue lagi latihan sebelum praktek, tak sengaja kedua mata gue mengarah ke lift yang berhenti di lantai 6. Dan.. JRENG!!!!

Keluarlah sosok laki-laki, menggunakan kaos hitam, ransel berwarna coklat, celana jeans yang warna nya udah engga paham lagi deh antara hitam sama abu-abu, dan ya... sendal jepit yang selalu dipake kalo kuliah.

Gak lain gak bukan, lelaki itu adalah E! Dia keluar dari lift, terus nengok ke kiri. Dan, disitu ada gue. entah dia aware atau engga nih sama kehadiran gue disitu, tapi dia langsung pergi. Tanpa senyuman.

Setelah itu, dia melangkah menuju kelas. Oke, gue jadi tahu kalau setiap hari Jumat, dia ada kelas di jam 9 yang ruangannya di lantai 6. Nambah lagi info tentang dia.

Sekitar 2 jam kemudian, gue sama 3 orang temen yang akan praktikum udah dag dig dug engga karuan. Nah, di tengah situasi yang membuat gue selalu bawaannya pengen buang aer besar, gue pun iseng untuk sekedar jalan-jalan mengitari lantai 6 yang memang tidak terlalu besar itu.

Saat gue lagi asyik-asyiknya berjalan di atas sepatu vantovel 7 cm, gue pun berpapasan lagi dengan dia! MATI GUE!!!!

Gue skak mat disitu. Gue mau balik arah, kok kesannya gue jual mahal bener. Tapi, kalau jalan terus, artinya gue akan makin papasan sama dia. Nah, gue bingung! Gue cuma waktu se-per-sekian detik untuk ambil keputusan. Akhirnya, gue putuskan untuk jalan terus.

E yang saat itu baru keluar dari toilet hanya memandang gue sekali. Gue dan E sama-sama jalan terus, tapi, gue berat untuk mengangkat wajah dan menorehkan senyuman di wajah gue buat dia. Gue pun hanya tertunduk. Sikap yang ditunjukkan Lelaki-Berinisial-E juga tidak jauh beda dengan yang gue lakukan. Dingin.

Saat gue tahu jarak kita sudah semakin jauh, gue merapat ke tembok. gue atur nafas gue supaya "normal" lagi. Dan, gue sedih. Sedih dan menyesali kenapa gue engga coba senyum ke dia? Kenapa gue terlalu jaim? Kenapa gue bersikap seolah-olah gue enggak kenal dia? KENAPA???!!!!

Ya.. gue akhirnya, di petang hari ini, merasa kalau keinginan move on gue belum sepenuhnya menjadi niat dan tekad. Ibaratnya baru anget-anget tai ayam. So, gue masih coba lagi nih mengambil langkah pertama untuk move on.

AYOOO MOVE ON, SARAH!!!!!


Senin, 17 September 2012

Lelaki berinisial E

Saat ku jumpa dirinya di suatu suasana, terasa getaran dalam dada.
Ku coba mendekatinya, menatap dirinya, oh dia sungguh mempesona.
Ingin aku menyapanya, menyapa dirinya, bercanda tawa dengan dirinya.
Namun apa yang kurasa, aku tak kuasa, aku tak tahu harus berkata apa?

inikah namanya cinta?
inikah rasanya cinta?

Penggalan lirik itu mungkin sesuai dengan kisah yang gue alami di penghujung tahun 2010. Pertama kali gue liat dia di kampus untuk meminta tanda tangan senior, gue udah merasa ada sesuatu yang berbeda. Padahal saat itu, dia hanya menggunakan kaos berwarna hitam, celana jeans warna senada, dan sendal jepit. Engga ada yang spesial dari penampilannya, tapi, buat gue momen itu adalah sesuatu yang spesial. 

Setelah itu, gue pun tahu namanya, angkatannya, dan nomor handphone nya. Tapi, gue engga akan mengambil langkah ekstrim untuk mulai sms duluan. Lagipula, gue sama sekali belum kenal dia. Buat apa juga gue sms duluan?

Inisal E!
Kita sebut dia demikian di tulisan ini. Seorang cowok berdarah batak, berkulit gelap, dan berinisal E. Seorang cowok yang akhirnya membuat gue betah untuk terus ada di kampus. Seorang cowok yang memang dingin sikapnya, tapi membuat gue semakin penasaran untuk mengenalnya lebih dekat.

Doa gue sepertinya dijawab oleh Tuhan. Gue punya kesempatan untuk bisa ketemu dia lebih intens di semester ke-2, di bulan Maret tahun 2011. Saat itu, di kelas Statistik II gue bisa sekelas sama dia. Senangnya luar biasa. Karena, setiap hari Sabtu, gue punya kesempatan untuk bertemu dia, melihat dia di kelas dan siapa tahu gue akhirnya bisa mengenal dia lebih dekat.

Ternyata, eskpektasi gue terlalu tinggi. Selama satu semester di kelas Statistik II, gue justru hanya berani menatap dia. Melihat dia dari kejauhan tanpa berani menyapanya sedikitpun. Setiap kali tatapan mata kita tidak sengaja bertemu, gue justru menghindar. Gue terlalu takut untuk memulai percakapan terlebih dahulu sampai akhirnya, kelas Statistik II pun selesai. Gue seneng banget bisa lulus, meskipun secara bersamaan, gue merasa sedih karena engga bisa bertemu E lagi secara intens.

Semester ke-3, gue engga bisa bertemu E lagi secara intens. Hanya sesekali saja, entah itu di suatu restoran cepat saji di samping kampus, di depan gerbang saat dia ngerokok, atau di hall tempat anak-anak Psikologi asik mengobrol dan mengerjakan tugas. 

Sebenarnya banyak kesempatan untuk gue bisa mengenalnya lebih dekat, tapi gue terlalu takut. Gue terlalu jaim untuk sekedar memberi senyuman atau menyapa. Gue berharap terlalu tinggi untuk sesuatu yang tidak gue usahakan. 

Kesempatan itu datang lagi. Gue punya kesempatan ke-2 untuk bisa mengenalnya lebih dekat. Kali ini di kelas Psikologi Klinis, di semester padat tahun 2012. Di bulan Januari itu, gue bisa satu kelompok dengan E. Kelompok yang sudah dibentuk di awal kelas adalah kelompok yang akan dipakai sampai kelas ini berakhir. Jadi, selama 2 bulan, gue akan terus di dekat E. Oke, itu ekspektasi gue, yang (mungkin) terlalu tinggi.

Apa yang gue harapkan engga sepenuhnya salah. Gue memang jadi lebih intens untuk bisa ketemu E. Gue jadi berani untuk mengobrol dan mentapa matanya. Gue jadi engga canggung untuk mulai sms duluan. Gue merasa seneng banget ketika kerja kelompok, dia duduk di samping gue. Gue merasa engga karuan saat denger suaranya di telepon. Ditambah lagi, setiap kali kelas, duduk dengan teman sekelompok dan membuat lingkaran adalah suatu kewajiban. Sometimes, I sit beside him, but usually I sit in front of him. So, can you imagine how happy I am at that time? :)

Mengingat momen yang terjadi 8 bulan lalu itu hanya membuat gue menyesal. Menyesal karena, selama 2 bulan kesempatan itu di depan mata, tapi tidak gue manfaatkan. Kembali, tingginya jaim gue yang membuat semua langkah awal yang sudah disiapkan, hanya jadi goresan di atas kertas. Tidak pernah gue realisasikan. Hanya di impikan.

Sedih? Iya.
Kesel? Iya.

Sekarang, jangankan bisa tertawa bersama lagi seperti di bulan Januari, menyapa dan memberi senyum pun berat untuk gue lakukan. Saat gue merasa yakin akan perasaan gue sama dia, gue bertekad untuk serius. Gue bertekad kalau gue punya kesempatan bisa jadian sama dia, gue akan menjalaninya dengan serius. Salah satu alasannya adalah gue udah lelah untuk hubungan yang engga serius. Alasan berikutnya, gue merasa yakin kalau dia adalah seorang cowok yang tidak akan main-main untuk urusan asmara. So, semua alasan itu yang akhirnya membuat gue membawa perasaan ini dalam doa.

Sepertinya, doa gue terjawab. Lelaki-Berinisial-E akhirnya tahu perasaan yang gue pendam untuknya selama hampir 2 tahun. Sayangnya, takdir yang gue terima adalah cinta gue bertepuk sebelah tangan. Pelan tapi pasti, gue akhirnya tahu kalau cintanya bukan untuk gue. Entah karena gue memang gue bukan cewek idaman yang dia cari, atau karena sudah ada seseorang di hatinya. Satu hal yang pasti, gue sedih.

Kesedihan yang berlarut-larut bukan hal yang baik. Semua tahu itu, termasuk diri gue. Makanya, gue mau banget untuk move on. Gak mudah memang, tapi gue harus bisa. Gue engga mau kalau akhirnya gue menutup mata dan hati gue untuk orang lain. Bukan bermaksud sok religius, tapi gue tetap berusaha bawa semua dalam doa. Meskipun, engga jarang gue marah karena sakit hati harus gue alami lagi. 

Hey, Lelaki-Berinisial-E..
Gue engga berharap banyak untuk cinta lo bisa gue miliki. Karena, cinta tidak harus memiliki kan? 
Tapi, satu hal yang harus lo tau, lo udah buat hidup gue lebih berwarna. Manis dan asem bisa gue rasain, salah satunya karena lo. Gue mungkin bukan yang terbaik buat lo dan lo pun mungkin bukan yang terbaik buat gue. Meksipun begitu, semua hal yang gue lewati bersama lo, engga akan gue lupakan :)


Best regards,
your ex secret admirer

Minggu, 26 Agustus 2012

[Refleksi Diri] Mampukah Saya?

Menjalani tugas dan tanggung jawab menjadi seorang pemimpin bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak "perlengkapan" yang harus disiapkan di dalam diri seseorang yang dipercaya untuk menjadi seorang pemimpin. "Perlengkapan" yang saya maksud adalah kesiapan secara mental dan fisik dari orang tersebut. Ia harus bisa mengayomi, bersikap netral atau adil, bijak dalam pengambilan keputusan, dan menjadi orang yang objektif.

Berdasarkan pemikiran pribadi, saya merasa bahwa di dunia ini ada cukup banyak orang yang memang terlahir dengan jiwa kepemimpinan yang tinggi. Buat saya, itu merupakan sebuah nilai plus dan anugerah terbesar yang Tuhan berikan. Namun, tidak sedikit juga orang-orang yang tidak terlalu menonjol dalam segi kepemimpinan. Sehingga, ia perlu seseorang yang bisa membimbing dan memimpinnya untuk menjalani suatu tugas.

Saya coba refleksikan pemikiran tersebut kedalam kehidupan pribadi saya. Saat ini, saya dipercaya menjalani suatu tugas pelayanan sebagai seorang koordinator. Ya, memang namanya "koordinator", tapi makna nya tetap sama dengan pemimpin. Disini, saya menduduki posisi "Koordinator Umum". Saya tergabung dalam sebuah tim pelayanan Pemuda dan Remaja di Gereja. Saya bertanggung jawab atas mereka yang berada di tim pemerhati, koordinator pemuda, dan koordinator remaja.

Namun, belum sampai 3 bulan saya menjalani tugas pelayanan ini, saya merasa ada cukup banyak beban dalam menjalaninya. Sistem yang baru memang dibuat di kepengurusan ini dan saya masih meraba yang baru ini dengan terus merefleksikan dan mengoreksi diri saya. Tetapi, lagi-lagi saya merasa terbeban.

Terbeban untuk bisa menjadi pengayom yang benar-benar mengayomi. Merasa tidak memiliki kapabilitas untuk menjadi seseorang yang objektif. Berfikir bahwa saya tidak mampu menjadi seorang koordinator yang bijak dan adil dalam mengkoordinir kepengurusan ini untuk masa 2 tahun. Lalu, muncul tanda tanya besar di pikiran saya, "apakah benar tanggung jawab ini diberikan pada saya".

Saat menggodok kepengurusan yang baru, 3 orang kakak rohani yang dalam hal ini saya sebut sebagai formatur kepengurusan, mengatakan bahwa mereka mempercayai saya dan merasa bahwa Sarah Rezivvon Tinayo (nama lengkap saya) mampu untuk menjalaninya. Saya merasa kaget saat itu dan memang saya mengatakan bahwa "ya saya bersedia" ketika ditanya apakah saya mau menjadi koordinator umum.

Kemudian, apa yang membuat saya merasa terbeban? Apakah hanya karena saya merasa "tidak mampu", "tidak sanggup", dan "tidak memiliki kapabilitas"?

Jawabannya : BUKAN!

Ya, bukan cuma itu alasannya. Semua alasan tersebut muncul karena memiliki akar. Akar tersebut adalah mengenai idealisme yang saya miliki. Saya ingin ini-itu dalam program kerja nanti. Belajar dari kesalahan ketika menjadi Ketua Remaja 3 tahun lalu, kali ini, saya coba untuk menyerahkan dan mempercayai seluruhnya pada tim. Tetapi, (entah hanya perasaan saya saja atau bukan) saya merasa ekspektasi saya terlalu tinggi. Saya berharap penuh pada mereka, namun saya merasa agak kecewa.

Beban saya semakin bertambah ketika kami dalam tim sedang mempersiapkan suatu acara di Gereja dan ditanya oleh ketiga formatur ini tentang visi dan misi. Rasanya saya seperti dihantam batu di kepala. Jujur saja, visi dan misi sama sekali tidak terlintas dalam pikiran saya. Lalu, akhirnya, dibuatlah suatu term yang lebih sederhana, yaitu tujuan. Lagi-lagi, saya merasa "salah".

Merasa salah atau mungkin lebih tepatnya menyalahkan diri sendiri karena saya-sebagai koordinator umum- tidak memikirkan hal yang terlihat kecil namun kompleks tersebut, visi dan misi. Menyalahkan diri sendiri karena ingin membuat perubahan dalam kepengurusan ini, namun semuanya hanya sesuai keinginan saaya saja. Menyalahkan diri sendiri karena saya merasa bahwa yang saya lakukan bukanlah suatu pelayanan.

Itulah yang menjadi beban pikiran saya saat ini. Saya pun terus menerus bertanya pada diri saya, "Mampukah Saya"??? 
Entah kapan pertanyaan tersebut akan terjawab. Harapan yang saat ini ada dalam diri saya adalah, saya mampu menjalani kepengurusan ini dengan baik.


Rabu, 08 Agustus 2012

#randomandom ala jondeyuhu

Pagi-pagi gue buka account twitter.. maksud hati pengen nge-tweet soal suatu kegiatan Gereja.. eh, malahan tergoda untuk membaca tweet dari salah seorang teman. Berbagai tweet dengan judul #randomandom .

Awalnya, gue bingung. Ini orang kurang kerjaan atau emang sengaja nge-tweet berbagai hal yang ternyata emang random banget (kali ini bukan pake "aja" tapi udah pake "banget" lol) dan gue dari awalnya senyum-senyum sendiri, eh jadi ketawa ngakak.

Daripada nyerocos terus, nih tweets yang dikasih judul #randomandom

Mari ramaikan TL pagimu dengan secangkir kopi hangat, jangan dengan segelas sirup marjan.  
Kekenyangan adalah dimana jarak tempuh ruang tamu ke kamar terasa seperti perjalanan Jakarta-Depok via Auckland sambil kayang.
Aus adalah disaat kamu berada dilapangan, dan untuk ke rumah serasa menempuh perjalanan Jakarta - Auckland. 
Dan waktupun semakin menghimpit. Ketika semua orang ingin berlari, aku justru hanya ingin menari. Sekalipun di eskalator.
Miskin ilmu, padahal kaya waktu. Ya kaya saya ini. 
Kaya teori, miskin praktiknya. Ya kaya saya ini. 
Sarapan pagi aja susah, kok masi dibilang negara kaya?
Yang nyolong banyak, kenapa dibilang negara kaya? 
Make seat belt aja susah, kok udah ngakungaku negara kaya? 
Ibukota kumuh, kok masi dibilang negara kaya?  
Yang miskin banyak, kok masi dibilang negara kaya?  
Yang nonton Justin Bieber banyak, kok masi dibilang negara miskin? 
Yang nonton Justin Bieber banyak, kok masi dibilang negara miskin? 
Yang marah-marah banyak, kok masi dibilang negara miskin? 
Yang punya mobil banyak, kok masi dibilang negara miskin? 
Yang kaya banyak, kok masi dibilang negara miskin?  
Perut penuh, tapi hati dan otak gapernah penuh.  
'Bingung' sebenarnya adalah alasan yang melemahkan.

Nah.. bagaimana? totally random, right?

Tapi.. sebenarnya kalo menurut gue secara pribadi nih.. pikiran random itu engga salah lho. Terus, gue juga melihat, tweets dari salah seorang sahabat gue ini cukup beragam. Terutama yang soal "negara miskin" dan "negara kaya". Dua hal yang bertolak belakang, tapi memang itulah kenyataan yang ada di Indonesia.

Gak usah ngomongin soal ilmiah, data pendukung, dan lain-lain. Soal mobil banyak, ya memang itulah kenyataan di negara kita ini. Di Jakarta aja, coba berapa individu yang punya mobil lebih dari 1? Nah, nonton konser musik? Wah, itu sih udah jadi salah satu lifestyle nya masyarakat Indonesia, terutama Ibukota.

Coba sekarang telaah ke soal negara kaya..
Paling menggugah buat gue adalah soal "nyolong". Hemmm.. di berita yang ada di koran, televisi, atau internet, bukan hal mustahil bin mustahal kalo kita nemuin berita soal tindakan kriminal, kan? Mencuri misalnya, ya bahasa kerennya nyolong. Nah, kalo masih banyak pelaku kriminal seperti itu, apakah negara ini bisa disebut kaya? Wah, silahkan Anda jawab sendiri yaaa :)

Well..
Apapun yang jadi buah pemikiran kita, entah itu random atau bukan, menurut gue sah-sah aja. Tweets tentang #randomandom ini misalnya. So, bagaimana dengan Anda??

Minggu, 05 Agustus 2012

Karena Tuhan yang Ijinkan Semua Terjadi

Manusia itu tidak akan pernah terlepas dari suatu hal yang disebut sebagai "masalah".

Ada masalah yang cukup sampai sangat pelik, yang membuat hidup rasanya sudah tidak berguna lagi. Lalu, setiap orang pun punya cara yang berbeda untuk menghadapi masalahnya. Ada yang berusaha sekeras mungkin sampai titik darah penghabisan, ada yang diam dan hanya berusaha merenungkan serta memikirkan berbagai alternatif penyelesaian, ada juga yang cuma bisa menangis untuk meratapi masalah yang muncul silih berganti.

Ya, masalah itu pasti muncul dalam kehidupan seorang manusia. Termasuk Anda dan juga saya. Kali ini, saya ingin sedikit berbagi tentang masalah yang sedang terjadi dalam hidup saya. Sebuah masalah yang saya pikir hampir dialami setiap manusia di dunia ini. Keuangan.

Tidak perlu saya jabarkan secara detil masalah keuangan yang sedang mendera saya dan keluarga. Hemmm.. lebih tepatnya keuangan keluarga. Tentu saja itu juga menjadi masalah bagi saya secara pribadi. Saya anggap masalah ini seperti bom waktu. Pada akhirnya nanti akan "meledak". Namun, Bapak sebagai kepala keluarga berjanji bahwa bom waktu ini akan berhenti berdetak sebelum waktunya meledak. Hanya satu syarat yang beliau ajukan, yaitu kita sebagai keluarga harus bekerja sama. Apa artinya? Sederhana saja. Bapak dan tentu saja kami akan sama-sama menghadapi bom waktu ini dengan berusaha sekeras mungkin membuat bom waktu menjadi jinak dan tidak akan membunuh kami sekeluarga.

*** 

Secara pribadi, saya tidak bisa begitu saja menyembunyikan masalah yang sedang saya hadapi. Ada beberapa orang yang bisa saya percaya untuk menjamin rahasia dari permasalahan saya. Salah satunya adalah kakak rohani saya di persekutuan Gereja.Ya, seorang kakak yang saya biasa panggil "mbak" dan menganggap saya bukan hanya sebagai adik rohani atau teman sepelayanan, namun lebih dari itu, kami seperti adik-kakak sesungguhnya.

Saya menceritakan masalah yang sedang terjadi. Saya saat itu hampir merasa putus asa dan saya pikir untuk apa saya ada di dunia ini kalau hanya menghadapi masalah? Buat apa Tuhan ciptakan saya sebagai pribadi yang rapuh, namun menanggung beban masalah yang membuat pikiran saya kacau? Bahkan, ketika saya bangun, hal pertama yang saya bawa dalam doa adalah agar boleh menghadapi hari ini dengan sukacita. Ya, dengan tetap merasa sukacita lah masalah seberat apapun akan terasa ringan.

Kembali ke topik.

Saat saya sudah mencurahkan semuanya, hanya 1 kalimat yang ia katakan pada saya,

"Tuhan ijinkan semua ini terjadi untuk menguji kualitas hidup kita." 

DEG!

Rasanya saya seperti terhantam batu di hati dan kepala saya. Kualitas hidup. Dua kata itu terus terngiang di pikiran saya. Akhirnya, saya renungkan "kualitas hidup" itu sepanjang hari.

Jadi... inilah yang saya renungkan mengenai kualitas hidup.
Saya merasa apa yang saya lakukan selama saya hidup masih sangat kurang bagi Tuhan. Saya suka (bukan bermaksud sombong atau pamer) membaca renungan malam, berdoa, dan ikut pelayanan di Gereja. Tapi, tak mau munafik, saya mengakui bahwa kadang semua saya lakukan sebagai sebuah rutinitas belaka dan pelayanan yang harusnya dilakukan sepenuhnya untuk kemuliaan nama Tuhan, seringkali justru jadi momen untuk saya unjuk gigi. Ya, bahasa kerennya, memegahkan diri. Saya merasa sangat tertampar disitu. Meskipun "rajin" di pelayanan dan berdoa, namun saya masih suka (bahkan sering) menyalahkan Tuhan untuk semua permasalahan yang terjadi. Saya merasa Tuhan tidak menyayangi saya. Namun, lagi dan lagi, Tuhan pimpin saya melewati semua masalah itu.

Kini.. saya coba untuk meningkatkan kualitas hidup saya secara pribadi. Pelan namun pasti. Karena, semua butuh proses dan proses membutuhkan waktu. Bukan sesuatu yang mudah juga untuk seorang manusia penuh dosa dan cela untuk mau sepenuh hati bertobat. Godaan begitu besar dan setan ada dimana-mana untuk menghasut saya.

Terakhir, saya menerima sebuah pesan singkat dari kakak rohani saya ini. Isinya adalah untuk menguatkan hati saya melewati semua masalah ini. Satu kalimat yang paling menyentuh dan membuat saya semakin percaya adalah bahwa "Tuhan sedang membentuk kita untuk menjadi emas yang sesungguhnya". Well.. proses ini memang berat dan HARUS saya jalani. Karena, saya percaya (dan akan slalu berusaha percaya) bahwa mukjizat Tuhan itu nyata dan indah pada waktunya..

Selamat meningkatkan kualitas hidup Anda bersama Tuhan.. :)

Jumat, 03 Agustus 2012

Refleksi Diri : Puncak Kejenuhan

Kali ini aku sampai pada puncaknya. Puncak dimana aku benar-benar merasa seperti seorang yang kehilangan arah dan buta untuk mencari cahaya yang bisa menuntun jalanku. Akhir-ahir ini sering sekali aku melamun, tak jarang aku bahkan tak sadar sudah lebih dari setengah jam terdiam tanpa pikiran apapun. Lalu, aku jadi lebih suka menyendiri. Diam di sudut suatu ruangan sambil asyik memainkan jari atas keyboard laptop dan tak lupa memasang headphone di kedua telinga, sehingga aku benar-benar bisa menyendiri tanpa perlu mendengar apapun selain lagu yang mengalun di winamp laptop.

Ya, aku jenuh. Aku tahu aku merasakan kejenuhan yang amat sangat kronis ketika aku, yang dikenal bawel dan suka melontarkan berbagai kalimat jayus, hanya diam dan asyik dengan dunia ku sendiri bersama laptop dan headphone. Kalau biasanya aku sering mempertanyakan untuk apa aku ada di dunia ini, atau merasa jenuh dengan tugas kuliah yang menumpuk seperti cucian baju di rumah, kali ini berbeda. Well, untuk mengatakan yang sejujurnya, aku merasa agak malu. Jujur saja, ya.. Tapi, aku tidak bisa terus-menerus diam dan hanya berteriak dalam batin. Aku ingin ungkapkan semua di tulisan ini.

AKU JENUH MENJADI SEORANG JOMBLO!!!!

Ironis? Ya! Pathetic? Of course!

Tapi... itu memang kenyataannya. Anda ingin saya jujur, saya berikan kejujuran. Aku memang bosan dan jenuh dengan status Jomblo yang sudah hampir 2 tahun melekat pada diriku. Bahkan, bukan cuma jenuh. Tapi, sangat jenuh. Bahkan, kalo dibuat range dari 1 - 10, kejenuhan ini sudah sampai pada nilai 9.5.. That's totally amazing! hmmmm~~

At first I ignore all this feeling. Ya, maksudnya, aku berusaha untuk mengabaikan rasa jenuh ini dengan terus memantapkan dalam hati bahwa "SOMEDAY I'LL FIND MY PRINCE". Sudah selalu aku tekankan bahkan kadang aku sampai menangis untuk terus menerus meyakinkan itu. Tapi, kapan "SOMEDAY" itu akan segera datang???!!! Lagi-lagi... hanya waktu yang bisa menjawab.

Ya, aku sedih ketika melihat beberapa teman di Facebook atau teman secara nyata sudah berhasil mengubah status "Jomblo" nya menjadi "In a Relationship". Dan.... tak bisa aku pungkiri, aku iri. Aku sangat merasa iri hati dengan perubahan status itu. Dan, selalu aku mengatakan dalam hati, "KAPAN GILIRANKU TIBA?"

Itu untuk yang baru saja jadian. Aku juga seringkali merasa iri saat melihat teman ku foto bersama, diantar dan dijemput, makan bersama, dan saling bercanda dengan kekasihnya. Rasanya ingin ada seseorang yang bisa menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka. Teman yang tak hanya sekedar teman, tapi teman yang saling menyayangi dan mencintai. Ah...

Well...
Aku memang harus sabar menunggu, berdoa, dan tetap berusaha. Berusaha apa? Menggoda setiap lelaki tampan begitu? Oh, bukan!! Aku memang masih jomblo dan tampangku tidak secantik Selena Gomez, otak ku juga masih di tingkat rata-rata, dan aku bukan dari keluarga kaya raya. So, aku hanya gadis biasa berusia 21 tahun yang selalu berharap akan banyak hal. Kadang, berharap terlalu tinggi, sehingga ketika aku gagal mendapatkan itu, aku merasa seperti tertimpa bumi (astaga! ini sangat hiperbola). Tapi, bukan berarti aku akan menggaet setiap lelaki tampan yang aku suka. Aku berusaha untuk memperkaya diri ku dengan ilmu dan pengetahuan dan tentu saja sebagai seorang perempuan, aku akan merawat tubuhku. Ya, paling tidak mandi 2x sehari.

Ya, berdoa, berusaha, dan menunggu alias BBM. Berharap semua akan datang tepat pada waktunya. Dan, ketika semua keajaiban itu datang, tempat pertama yang akan mengetahui nya adalah blog ini :)

Sabtu, 14 Juli 2012

Finally, DONE!

Puji Tuhan!!
Itulah kalimat pertama yang aku ucapkan ketika pertama kali melihat hasil nilai semester 4 secara online. Tidak ada nilai D untuk semester ini. Itu artinya, tidak ada mata kuliah yang tidak lulus di semester ini.

Nah, tidak seperti biasanya, kemarin aku merasa sangat gugup dan detak jantungku pun lama-lama semakin cepat irama nya ketika menunggu loading nilai di rainbow. Sungguh, aku sangat gugup dan takut! Bahkan, aku sampai menutupi wajah dengan kedua telapak tanganku.

Ya, trauma akan kegagalan yang aku alami di semester 3, membuatku sangat takut. Aku takut gagal lagi. Aku tidak siap jika harus melihat huruf D di nilai ku semester ini, sama seperti yang terjadi di semester sebelumnya. IP pun tidak cukup memuaskan, bahkan aku mengutuk semester ganjil lalu. Tapi... tak ada guna nya kalau aku hanya meratapi nasib. Pelan-pelan, aku berusaha untuk meningkatkan nilai di semester 4 dan ternyata hasilnya cukup memuaskan.

Sama seperti kebanyakan (bahkan mungkin semua) mahasiswa angkatan 2010 lainnya, semester 4 ini memang semester yang amat sangat sangat melelahkan. Sudah bukan hal asing ketika bertemu mereka di foodcourt Plaza Semanggi, McDonald Plaza Sentral, dan Hall C. Menginap di rumah teman pun menjadi hal yang amat sangat lumrah dan sering dilakukan di semester ini. Yap! Semua dilakukan semata-mata hanya untuk menyelesaikan paper, mengerjakan tugas kelompok, dan meraih nilai.

Tak aneh lagi jika melihat timeline di Twitter yang mengatakan bahwa semester 4 ini adalah semester kerja rodi, semester jahanam, semester paling melelahkan, dan sebagainya. Tak sedikit juga yang akhirnya jatuh sakit, entah itu hanya kelelahan biasa atau sampai harus dirawat di rumah sakit dan menangis karena kelelahan. Kopi pun menjadi teman setia ketika kami semua terpaksa begadang untuk mengerjakan tugas di Google Docs (gdocs). Tak lupa, ketika lapar menyerang, indomie menjadi solusi yang pas dan tercepat untuk memuaskan nafsu makan yang datang di tengah malam.

Well..
Aku pun melakukan dan merasakan hal yang sama. Lelah yang aku rasakan bukan hanya lelah fisik, tapi juga batin dan pikiran. Belum lagi konflik yang tidak bisa dipungkiri, menguji kekompakan kami sebagai kelompok. Tapi... lagi-lagi tak hentinya aku bersyukur bisa melewati semester ini dengan nilai yang cukup memuaskan. Meskipun ada satu huruf C yang tersisip diantara nilai yang lain, tapi untukku, bisa lulus di semua mata kuliah saja sudah sebuah berkat.

Terima kasih aku ucapkan untuk Tuhan Yesus, orang tua, teman-teman baikku, teman-teman kelompok, dan para asdos. Bukan bermaksud sombong, tapi aku menuliskan semua ini sebagai sebuah curahan hati. Thanks! :)

Print Screen nilai semester 4

Selasa, 10 Juli 2012

A Story from Village - Day 2



Kicauan burung, cahaya mentari yang samar-samar menembus gorden rumah kami, serta sejuknya udara pagi membuat kami terbangun dari tidur nyenyak. Satu persatu dari kami bangun, membereskan selimut serta jaket yang jadi kawan tidur tadi malam. Pintu rumah pun dibuka dan langsung saja, angin pegunungan mengenai wajah dan tubuh kami. Membuat kami kembali merapatkan jaket sambil sesekali meniup kedua telapak tangan untuk mengurangi rasa dingin yang kami rasakan.

Kami awali pagi dengan mencuci muka, sikat gigi, dan tak lama berselang kami pun dihampiri anak-anak yang tadi malam bermain dengan kami. Mereka menyapa kami dengan senyum dan canda tawa, membuat kami lebih bersemangat. Ajakan mereka untuk bermain bersama pun kami ikuti di pagi hari itu.


Kami saling bercanda-ria, mengobrol, memberi makan ikan, dan bermain taplak meja. Meskipun kami agak sebal dengan mereka yang tertawa karena melihat kami kedinginan di pagi hari ; menggunakan jaket, celana panjang, kaos kaki, bahkan sesekali kami meniup lalu menggosokkan kedua telapak tangan kami agar lebih hangat. Sedangkan, anak-anak ini, meskipun fisiknya lebih kecil daripada kami, tapi mereka tidak merasa kedinginan sama sekali. Bahkan, seorang diantara mereka menantangku "ayo atuh kakak berani engga mandi jam 5? hahaha"

Wah.. jujur saja kalau harus mandi jam 5 pagi dengan air dingin, aku sangat tidak sanggup! Itu sama artinya dengan berendam di air es.

Aktivitas kami lanjutkan dengan sarapan bersama. Lauk sederhana namun rasanya sungguh nikmat di lidah kami. Kebersamaan semakin terasa karena kami sarapan bersama anak-anak ini. Kami lahap sekali menghabiskan makanan yang disediakan Pak Anton.

Selesai makan, kami lanjutkan aktivitas kami dengan berkunjung ke rumah warga. Kalau kemarin kami ke aktivis desa, RT, dan RW, kali ini kami sengaja berkunjung ke warga desa yang rumahnya masih terbuat dari bilik bambu dan berbentuk panggung. Kami melewati sawah dan jalanan berbaju yang sangat jauh berbeda dengan kondisi di Jakarta.

Inilah kami bersama seluruh anak-anak desa yang ikut berkunjung ke rumah warga

Kami pun hanyut dalam kegembiraan bersama anak-anak ini untuk mengunjungi warga dari satu rumah ke rumah lain. Kelelahan yang kami rasakan hilang karena sukacita yang ada. Suasana desa yang hangat, udara yang sejuk, dan air yang dingin membuat kami rasanya ingin tinggal 1 malam lagi disini. Namun, apa daya? Kami harus kembali ke Jakarta. Berkutat dengan semua tugas dan kewajiban kami. Berjibaku dengan kemacetan, polusi udara, dan panasnya cuaca ibukota yang sudah menjadi bumbu harian kami menjalani aktivitas.

Akhirnya waktu juga yang memisahkan Aku, Amink, Vindy, Anne, dan Nesha dengan desa ini. Desa dengan sejuta cerita yang mau menerima kami selama 2 hari 1 malam. Desa yang membuat kami sejenak bisa menyegarkan pikiran dan tubuh kami dengan sejuknya udara di pagi, siang, sore, dan malam hari. Kami pun meninggalkan desa ini dengan sedih, namun juga ada rasa gembira. Sedih karena kami harus berpisah dengan mereka ; Pak Anton, anak-anak desa, dan suasana di desa Kaca-Kaca Dua. Namun, kami juga gembira karena kami akan kembali ke Jakarta, ke rumah kami masing-masing.

Kami dihantar Pak Anton yang juga kebetulan akan kembali ke Bandung. Namun, kami masih mendapatkan kejutan lagi dari Pak Anton. Kami dibawa ke Gunung Puntang untuk melihat keindahan alam disana. Dan.. ternyata, Gunung Puntang adalah tempat yang biasa digunakan mahasiswa/i Fakultas Teknik Unika Atma Jaya untuk berkemah.
Pesan dari FT-UAJ
Para mahasiswa/i FT-UAJ pun ternyata memberikan sebuah "hadiah" yang isinya berupa pesan mengenai hutan. Maklum saja, hutan di negara kita ini makin lama eksistensi nya semakin terancam. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan kita putra dan putri bangsa yang menjaga kelestarian hutan di Indonesia ini? Toh semuanya demi masa depan anak cucu kita bukan?
" Hutam Sumber Kehidupan.. Jaga dan Lestarikanlah Hutan Kita"

Kami pun berjalan menyusuri jalan setapak Gunung Puntang menuju sebuah sungai. Kanan kiri kami hanyalah kumpulan semak-semak dan rumput liar yang sengaja dibiarkan bertumbuh sampai lebat agar suasana asri tetap terjaga. Hampur 10 menit berjalan dan akhirnya......... sebuah sungai! Kami melihat dari kejauhan, kira-kira 3 meter. Namun, meskipun terpisah jarak 3 meter, segarnya air terasa di dalam tubuh kami. And, this is another great view that totally different with Jakarta, right? 

Tak tahan jika hanya memandangi dari kejauhan, kami pun segera menuju ke pinggir sungai tersebut. Kami lepas alas kaki dan menggulung celana. Kami jeburkan kami ke air. Brrrrrr! Dingin sekali. Itulah hal pertama yang kami ungkap dan rasakan saat kaki kami menyentuh air sungai ini.

Bukan "kami" namanya kalau tidak mengabadikan setiap momen dengan foto. Awalnya kami sempat tidak enak untuk meminta Pak Anton menjadi fotografer sementara untuk berfoto di sungai ini. Tapi, entah kenapa, Pak Anton bisa menangkap sinyal-sinyal "minta tolong" kami. Hahahaha. Pak Anton pun akhirnya menawarkan diri untuk menjadi fotografer sementara bagi kami di tempat ini.

inilah kami :)

inilah kami part II

inilah kami part III

Dan.. ya.. di sungai inilah kami mengakhiri liburan singkat kami. Setelah cukup puas memanjakan mata dengan pemandangan yang sangat indah, kami pun kembali ke Jakarta. Tapi.. tak lengkap rasanya jika tidak membawa oleh-oleh khas Jawa Barat untuk keluarga di rumah. Akhirnya, kami memutuskan untuk mampir sejenak di Bandung. Membeli beberapa oleh-oleh untuk dibawa ke Jakarta.

Kami senang. Kami gembira. Dan, kami tak sabar menanti jadwal kami untuk berkunjung ke desa ini yang kedua kalinya :)

Jumat, 06 Juli 2012

Kisah Singkat Bapak Supir Taksi

Aku pernah berbincang dengan seorang supir taksi yang usianya sudah tidak muda lagi. Di saat pria seumurannya sedang menikmati hari tua, bapak ini justru harus terus banting tulang demi keluarga. Ya, usianya sudah lebih dari setengah abad, tepatnya 52 tahun. Ia adalah seorang suami dan ayah dari dua orang anak yang kini sudah menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta.

Aku berbincang banyak mengenai kisah hidupnya. Awalnya, aku hanya iseng menanyakan sudah berapa lama bapak bekerja menjadi supir taksi? Bapak supir ini menjawab bahwa ia belum lama menekuni profesi ini. Bahkan, belum sampai satu tahun. Belum sempat aku melontarkan pertanyaan berikutnya, bapak ini bercerita tentang awal mula ia menjadi supir taksi.

Bapak supir ini adalah seorang sarjana. Ya, ia merupakan alumni sebuah institut teknik yang ada di Indonesia. Pekerjaan yang ia tekuni sebenarnya cukup baik, bahkan bisa dibilang mapan. Karir sebagai manajer terus menanjak. Meskipun, sampai akhirnya pada pertengahan tahun 2010, krisis global yang saat itu melanda perekonomian dunia, ikut memberikan dampak bagi perusahaan tempat bapak supir ini bekerja. Alhsasil, ia pun terkena PHK dan perusahaan tersebut ditutup.

Bapak supir ini pun memulai bisnis kecil-kecilan. Namun, sayang, dewi fortuna mungkin belum berpihak padanya. Bisnis nya tersendat. Bapak supir ini sadar bahwa sebagai seorang kepala kelurga, ia tidak bisa tinggal diam. Akhirnya, ia memutuskan menjadi supir taksi demi memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.

Aku merasa terharu mendengar kisahnya. Bapak supir ini mengatakan bahwa semua ia lakukan agar kedua anaknya bisa menjadi sarjana. Ia dan istrinya ingin melihat kedua anaknya bisa menggunakan toga dan dinyatakan lulus dengan gelar sarjana nya masing-masing. Ia tidak peduli jika dirinya harus terus bekerja keras pagi sampai malam, bahkan sampai pagi lagi. Fokusnya saat ini hanya satu, yaitu keluarga.

Bapak supir ini mengaku bahwa kehidupan yang ia dan keluarganya jalani saat ini berbeda 180 derajat. Dulu, ia termasuk orang dengan tingkat ekonomi menengah ke atas. Namun, kini, baginya dan keluarga, bisa setiap hari makan pun mereka bersyukur. Ia selalu berpesan pada kedua anaknya bahwa inilah kehidupan yang harus mereka jalani. Semua ini adalah kehendak Tuhan dan memang inilah yang terbaik. Ia pun bercerita bahwa pada awalnya, istri dan kedua anaknya tidak siap menghadapi ini semua. Terutama, anaknya yang pertama, yang hidup sebagai mahasiswi di salah satu kampus bergengsi di ibukota. Bapak supir ini selalu berusaha memberikan pengertian pada keluarga nya dan berjanji bahwa ini hanya sementara.

Aku semakin tertegun mendengar kisahnya. Aku yang juga seorang mahasiswi merasa terbawa dalam emosi anak pertama bapak supir ini. Aku tahu, pasti sulit baginya menjalani kehidupan yang snagat jauh berbeda dengan kehidupannya dahulu. Tapi, aku salut dengan bapak supir ini. Ia selalu berusaha memberikan pengertian bagi keluarganya.

Bapak supir ini berpesan padaku, bahwa sebagai manusia kita harus selalu bersyukur. Bukan hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakan. Selain itu, mengharagai adalah suatu hal yang juga penting. Baik itu menghargai orang lain ataupun benda seperti makanan dan uang.

Terima kasih, bapak supir. Kisah yang bapak ceritakan di perjalanan ini membuatku belajar mengenai roda kehidupan.

Sabtu, 23 Juni 2012

A Story from Village - Day 1

Udara sejuk, sawah yang terbentang luas, gemericik air sungai, minim polusi udara, dan suasana akrab satu sama lain antar warga adalah hal langka yang aku temui di kota besar. Termasuk kota ku tinggal saat ini.
(dari kiri ke kanan) Anne, Aku, Nesha, Vindy, dan Amink

Aku merasa sangat nyaman berada di tempat ini. Sebuah desa di provinsi Jawa Barat yang bisa ditempuh sekitar 5 jam dari Jakarta menggunakan mobil. Dan, disinilah petualanganku menyusuri serta mencoba lebih dekat dengan desa ini dimulai. Tapi... aku tidak sendiri. Ada 4 orang temanku yang juga turut serta. Mereka adalah Vindy, Amink, Nesha, dan Anne. Kami berpetualang selama 2 hari 1 malam di desa Kaca-Kaca Dua. Dan, inilah sekilas perjalanan serta petualangan kami disana.

Selesai berkunjung dari rumah Bapak RT


DAY #1

Di hari pertama, sejenak kami beristirahat dari perjalanan panjang. Lalu, kami langsung menuju ke beberapa rumah warga desa, lebih tepatnya mereka yang punya peran di desa tersebut. Ada RT, RW, dan beberapa aktivis setempat. Tujuannya hanya satu, memperkenalkan diri sebagai tamu di desa tersebut. Tapi, kami tidak hanya berlima untuk berkunjung ke rumah-rumah warga. Kami ditemani seorang bapak yang sangat baik hati. Namanya Bapak Anton. Kami sudah mengenalnya 2 minggu sebelum kami berangkat ke desa itu. Kami mengenalnya karena beliau adalah seseorang yang bisa menghubungkan kami dengan pihak desa terkait dengan sebuah project yang akan kami lakukan di desa Kaca-Kaca Dua. Selain hubungan kerja, kami sudah menganggap Bapak Anton seperti sahabat sendiri. Sikapnya yang ramah dan sigap membantu membuat kami merasa beruntung bisa mengenal beliau.

Kunjungan ke rumah Bapak RW
Kunjungan kami akhiri ketika mendengar Adzan Maghrib. Kami kembali ke tempat penginapan. Oh iya! Bicara soal tempat penginapan, kami bukan menginap di hotel ataupun villa. Kami menginap di rumah milik Bapak Anton yang juga merupakan warga desa setempat. Rumah yang kami tempati adalah rumah yang sudah tidak dipakai lagi. Ukurannya kira-kira 4x4 meter. Buat kami, tempat ini sudah sangat bisa menjadi tempat berlindung dari dinginnya udara gunung dan pedesaan. Tentu saja, kami sangat berterima kasih pada Bapak Anton.
Aktivitas di malam hari kami lanjutkan dengan makan malam bersama. Lauk sederhana berupa oseng-oseng tahu, sambal, lalapan, ikan asin, dan nasi merah menjadi menu santap kami malam itu. Nikmatnya sungguh luar biasa. Makan malam kami selingi dengan obrolan ringan antara kami berlima dengan Bapak Anton smabil sesekali tertawa karena cerita lucu yang terlontar. Sungguh sangat terasa suasana akrab kami malam itu.

tempat kami menginap
Selesai makan, kami pun beristirahat sejenak sambil bermain dengan beberapa anak-anak yang tinggal di sekitar tempat kami menginap. Kami bermain sambil belajar. Menyenangkan sekali rasanya bisa lebih dekat dan akrab dengan warga desa disini. Aaaah... jarang sekali aku merasa nyaman seperti ini, merasa hangat di tengah udara dingin yang menusuk kulit, dan hanya ada canda, tawa, dan sorak gembira diantara kami malam itu.

Hari pertama kami hampir selesai. Pukul 22.00 kami memutuskan untuk beristirahat. Masih banyak aktivitas yang harus kami lakukan besok. Rumah pun kami kunci dan kami semua akhirnya terlelap. Dinginnya udara malam hari itu membuat kami menutupi sekujur tubuh dengan selimut dan jaket. Beruntungnya Amink karena siaga dengan membawa sleeping bag. Biarpun dingin, kami akhirnya tertidur pulas juga. Dan, kami siap hadapi hari esok.